Banyak Gedung-gedung di Provinsi Bali yang tidak ramah terhadapt orang-orang dengan disabilitas, bahkan Gedung-gedung publik yang dimiliki oleh pemerintah pun juga banyak yang tidak aksesibel terhadap orang-orang dengan disabilitas. Seharusnya Gedung-gedung publik memiliki kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam Gedung yang meliputi fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman untuk orang-orang dengan disabilitas.

Fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman untuk orang-orang dengan disabilitas diantaranya seperti guiding blok atau jalur pemandu yang membantu orang-orang dengan disabilitas sensorik netra berpindah tempat ke, dari, dan di dalam Gedung, Ram atau bidang miring yang membantu pengguna kursi roda dalam berpindah ke tempat yang lebih tinggi atau tempat yang lebih rendah.

Fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman untuk orang-orang dengan disabilitas sudah diatur dalam Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pada bagian infrastruktur. Bahkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah diwajibkan mencantumkan fasilitas yang mudah diakses oleh orang-orang dengan disabilitas sebagai salah satu syarat dalam permohonan izin pembangunan Gedung.

Selain itu Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas juga mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melakukan audit terhadap ketersediaan fasilitas aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyamann bagi orang-orang dengan disabilitas pada setiap bangunan Gedung dimana pemeriksaan kelayakan fungsi terhadap ketersediaan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman terhadapt orang-orang dengan disabilitas ini menjadi salah satu syarat penerbitan dan perpanjangan izin sertivikat layak fungsi bangunan Gedung.

Bagi pemilik dan/atau pengelola Gedung yang tidak memenuhi syarat tersebut dapat diberikan sanksi administrasi seperti sanksi tertulis, pembatasan kegiatan pembangunan, penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan Gedung, pembekuan permohonan izin pembangunan Gedung, pencabutan sertivikat layak fungsi bangunan, dan bahkan perintah pembongkaran Gedung.

Aturan terkait fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman terhadap orang-orang dengan disabilitas tidak hanya dimuat pada Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas saja, namun jauh sebelum itu sudah ada Perundang-undangan yang mengatur fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman terhadap orang-orang dengan disabilitas dalam bangunan Gedung.

Seperti Undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dimana dinyatakan pada Pasal 27 ayat (2), pasal 31 ayat (1), dan pasal 31 ayat (2) bangunan gedung hendaknya memiliki kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung yang meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman untuk orang-orang dengan disabilitas termasuk fasilitas lainnya dalam bangunan gedung serta lingkungannya dan menjadi keharusan bagi setiap bangunan Gedung kecuali rumah tinggal.

Setelah Undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang mengharuskan setiap gedung memiliki fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman terhadap orang-orang dengan disabilitas. 3 tahun kemudian terbit Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang lebih lanjut mengatur tentang persyaratan teknis bangunan gedung yang aksesibel terhadap orang-orang dengan disabilitas dimana pada Pasal 8 ayat (3), pasal 31, pasal 54, pasal 55, pasal 60 menyatakan Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan Gedung yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan terhadap orang-orang dengan disabilitas dalam hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan. Gedung yang harus mempertimbangkan tersedianya hubungan horizontal dan vertikal antarruang dalam bangunan gedung, akses evakuasi, termasuk bagi orang-orang dengan disabilitas yang meliputi tempat parkir, telepon umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi orang-orang dengan disabilitas.

Bali juga sudah memiliki aturan terkait fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman terhadap orang dengan disabilitas yaitu dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 9 tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas pada pasal 76, Pasal 77, dan Pasal 78 yang menyebutkan Gubernur memfasilitasi terwujudnya aksesibilitas penggunaan fasilitas umum bagi orang-orang dengan disabilitas meliputi bangunan umum, jalanan umum, angkutan umum dan pertamanan yang harus memenuhi prinsip kemudahan, keamanan/keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kemandirian dalam hal menuju, mencapai, memasuki dan memanfaatkan fasilitas umum.

Bahkan akomodasi yang layak juga harus disediakan. Lebih lanjut peraturan terkait fasilitas dan aksesibilitas terhaddap orang-orang dengan disabilitas di Gedung publik ini diatur dalam Peraturan Gubernur Bali nomor 44 tahun 2018 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas pada Pasal 35 huruf a, Pasal 36 Ayat (1), Pasal 36 Ayat (2), dan Pasal 36 Ayat (3) yang mewajibkan bangunan umum menyediakan fasilitas fisik meliputi ram, lift, handrail, dinding pengaman untuk gedung bertingkat, pintu masuk, toilet, stop kontak, wastapel, kursi dan meja, areal parkir khusus, dan telepon. Untuk fasilitas nonfisik meliputi teks berjalan, gambar atau tanda pemandu baik audio maupun visual, jaringan internet, pendamping/pemandu, penerjemah Bahasa lisan maupun isyarat, buku bicara, informasi dalam bentuk huruf Braile dan screen reader portable.

Aturan terkait fasilitas dan aksesibilitas yang ramah terhadap orang-orang dengan disabilitas sudah tersedia dari tingkatan Undang-undang sampai tingkat Peraturan Gubernur bali, namun sampai saat ini nampaknya tidak terealisasi dengan baik. Bahkan sanksi kepada pemilik atau pengelola bangunan publik yang tidak menaati ketentuan terkait fasilitas dan aksesibilitas yang ramah terhadap orang-orang dengan disabilitas sebagai teguran pun tidak jelas adanya.

Jika pun ada Gedung publik yang menyediakan fasilitas yang aksesibel terhadap orang-orang dengan disabilitas cukup banyak yang tidak sesuai. Seperti lift dimana tombol depannya tersedia huruf braile namun di dalam lift tombolnya layar sentuh yang tidak tersedia pembaca layar serta ram dimana kemiringannya terlalu miring yang membahayakan pengguna kursi roda untuk mengaksesnya secara mandiri. Perlu ketegasan dari Pemerintah untuk menegakkan fasilitas dan aksesibilitas yang ramah terhadap orang-orang dengan disabilitas agar memudahkan serta memberikan akses yang layak kepada semua orang, tidak hanya pencitraan belaka.

Tentang penulis: Ida Bagus Surya Manuaba, seorang teman Netra yang berasal dari Bali, Indonesia.

Membangun Dunia Kerja yang Inklusif

Ketenagakerjaan inklusif kini menjadi perhatian utama di Indonesia. Dengan meningkatnya kesadaran dan dukungan kebijakan pemerintah, semakin banyak organisasi yang menyadari bahwa mempekerjakan penyandang disabilitas bukan hanya tanggung jawab sosial, tetapi juga langkah strategis bisnis.
Tempat kerja yang inklusif menciptakan inovasi, produktivitas, dan rasa kebersamaan yang lebih kuat.

Berikut lima fakta penting tentang bagaimana inklusi disabilitas membentuk masa depan dunia kerja di Indonesia.

1. Kuota 1% untuk Perusahaan Swasta

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, perusahaan swasta dengan lebih dari 100 karyawan wajib menyediakan setidaknya 1% posisi kerja bagi penyandang disabilitas.
Kebijakan ini menunjukkan komitmen perusahaan terhadap keberagaman dan kesetaraan di tempat kerja.

2. Kuota 2% untuk Instansi Pemerintah dan BUMN

Instansi pemerintah dan BUMN memiliki tanggung jawab lebih besar — mereka wajib membuka minimal 2% formasi pekerjaan bagi penyandang disabilitas.
Kebijakan ini menegaskan bahwa sektor publik harus menjadi teladan dalam mewujudkan dunia kerja yang setara dan inklusif.

3. Karyawan Disabilitas Terbukti Produktif dan Loyal

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa karyawan disabilitas memiliki tingkat produktivitas dan loyalitas yang sama — bahkan lebih tinggi dibandingkan rekan nondisabilitas.
Ketangguhan, etos kerja, dan kemampuan beradaptasi yang kuat menjadikan mereka aset berharga bagi organisasi inklusif.4. Proses Wawancara Bisa Lebih Fleksibel

Inklusi dimulai sejak proses rekrutmen. Wawancara kerja dapat dilakukan dalam berbagai format — tertulis, video, atau dengan pendamping — sebagai bentuk reasonable accommodation.
Fleksibilitas ini memastikan setiap kandidat memiliki kesempatan yang adil untuk menampilkan kemampuan terbaiknya.

5. Karier untuk Semua

Penyandang disabilitas kini memiliki peluang berkarier di berbagai sektor, mulai dari perhotelan dan desain hingga analisis data dan teknologi informasi.
Hal ini membuktikan bahwa kemampuan seseorang tidak ditentukan oleh keterbatasan, melainkan oleh kesempatan yang diberikan.

Menuju Masa Depan yang Lebih Inklusif

Ketenagakerjaan inklusif bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga strategi untuk membangun tempat kerja yang kuat, empatik, dan berkelanjutan.
Dengan memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas, perusahaan dapat meningkatkan inovasi sekaligus memperkuat dampak sosialnya.

Mari bersama-sama menciptakan masa depan di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk tumbuh, berkontribusi, dan berprestasi.

Hai Sobat DNetwork! 👋

Pernah dengar istilah aksesibilitas di tempat kerja? Nah, persoalan aksesibilitas ini bukan cuma soal membangun jalur kursi roda atau menyediakan teknologi bantu, tapi tentang menciptakan lingkungan kerja yang adil, nyaman, dan mendukung semua orang—termasuk pekerja penyandang disabilitas.
Tentunya masih banyak perusahaan yang berpikir kalau menyediakan aksesibilitas itu “ribet” atau “biaya tambahan”. Padahal kenyataannya, ada banyak sekali keuntungan yang bisa dirasakan perusahaan kalau serius menerapkan aksesibilitas. Yuk, kita bahas satu per satu!

✨ 1. Kinerja lebih maksimal
Ketika pekerja penyandang disabilitas diberi akses yang memadai—entah itu teknologi bantu, ruang kerja ramah akses, atau prosedur yang inklusif—mereka bisa menunjukkan performa terbaik. Hasil kerja jadi maksimal dan target perusahaan tetap tercapai. Potensi mereka tidak kalah dengan pekerja lain, hanya perlu akses yang setara.

✨ 2. Tim kerja lebih beragam dan kreatif
Dengan adanya akses, pekerja disabilitas bisa berkontribusi penuh. Artinya, perusahaan punya tim kerja yang lebih beragam, dengan sudut pandang berbeda yang memperkaya ide-ide. Keberagaman ini justru membuat perusahaan lebih adaptif dan inovatif dalam menghadapi tantangan bisnis.

✨ 3. Patuh hukum dan hindari cap diskriminasi
Menyediakan aksesibilitas juga berarti perusahaan mematuhi undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Selain itu, perusahaan tidak akan dicap sebagai tempat kerja yang diskriminatif. Jadi, ini bukan hanya langkah etis, tapi juga langkah legal yang tepat.

✨ 4. Reputasi sebagai perusahaan inklusif
Di era sekarang, reputasi sangat penting. Perusahaan yang inklusi punya citra positif di mata publik. Masyarakat, mitra, hingga calon karyawan akan melihat perusahaan tersebut sebagai tempat yang ramah, modern, dan peduli pada keadilan.

✨ 5. Lebih memahami konsumen
Faktanya, penyandang disabilitas juga adalah konsumen, pelanggan, atau bahkan pengguna layanan perusahaan kita. Dengan menyediakan aksesibilitas di internal, perusahaan sekaligus belajar memahami kebutuhan konsumen. Hasilnya, layanan dan produk bisa lebih relevan dan ramah bagi semua kalangan.

✨ 6. Budaya empati dan saling menghargai
Perusahaan inklusi biasanya punya tingkat empati tinggi karena terbiasa menghargai perbedaan. Budaya kerja pun jadi lebih sehat: tim saling mendukung, menghargai, dan loyalitas karyawan meningkat.

Jadi, Sobat DNetwork, menyediakan aksesibilitas itu bukan beban, tapi investasi jangka panjang. Perusahaan yang inklusi akan tumbuh lebih kuat, lebih kreatif, dan punya daya saing tinggi.
👉 Yuk, mulai sekarang kita dukung aksesibilitas di tempat kerja. Karena semua orang berhak punya kesempatan yang sama untuk berkembang.

Mari bergabung bersama DNetwork agar Perusahaan Sobat Inklusi melalui program edukasi dari DNetwork.

 

Hai Sobat DNetwork!

Yuk, Cek! Apakah Rekrutmen di Tempatmu Sudah Bebas dari Diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas?

Inklusi kini jadi topik hangat di dunia kerja. Banyak perusahaan sudah mulai membuka peluang bagi penyandang disabilitas. Tapi… sudahkah proses rekrutmen yang kita lakukan benar-benar inklusif dan adil?

Tanpa disadari, ada praktik-praktik yang ternyata masih menyulitkan bahkan mendiskriminasi pelamar kerja penyandang disabilitas.

Semoga hal tersebut tidak terjadi di Perusahaan sobat. Melalui Artikel ini –kita akan sharing khususnya kepada sobat yang bekerja di bidang SDM, rekrutmen, atau manajemen perusahaan agar lebih memahami bentuk-bentuk diskriminasi yang sering terjadi, sekaligus bagaimana cara memperbaikinya.

Lalu apa saja distriminatif yang sering terjadi?

1. Informasi Lowongan Tidak Aksesibel

Ketika mengakses konten lowongan, Penyandang disabilitas sering kesulitan mengakses informasi lowongan tersebut karena kontennya tidak dirancang untuk semua orang.
Misalnya:

  • Teks hanya berupa gambar yang tidak bisa dibaca oleh pembaca layar
  • Tidak ada subtitle atau transkrip untuk video lowongan
  • Situs rekrutmen sulit diakses oleh pengguna alat bantu mobilitas atau pengguna keyboard saja

Akibatnya, banyak calon kandidat tidak bisa mengakses informasi dasar tentang pekerjaan yang mereka minati.

  • Solusi yang dapat sobat lakukan:
    Pastikan format konten bisa diakses oleh Penyandang Disabilitas dengan teknologi bantu yang mereka gunakan
  • Gunakan bahasa yang jelas dan tidak bertele-tele
  • Sediakan deskripsi alternatif untuk gambar dan teks transkrip untuk video/audio
  • Yang paling penting sobat bisa diskusikan dengan Penyandang Disabilitas dan mencobakan konten lowongan yang akan di share untuk memastikan informasi tersebut bisa diakses

2. Lowongan Hanya Terbuka untuk Disabilitas Tertentu

Kadang ada konten lowongan yang menyertakan Kalimat seperti “hanya untuk disabilitas Fisik ringan” atau “tidak menerima pelamar Tuli” adalah bentuk eksklusi yang bisa menutup peluang orang-orang yang sebenarnya mampu dan cocok dengan posisi tersebut.

Setiap individu memiliki kombinasi kemampuan unik. Jenis disabilitas tidak otomatis menentukan apakah seseorang mampu atau tidak menjalankan pekerjaan tertentu.

Solusi:

  • Fokus pada tugas dan tanggung jawab pekerjaan, bukan pada batasan jenis disabilitas
  • Gunakan kalimat seperti: “Terbuka untuk semua pelamar, termasuk penyandang disabilitas. Akomodasi akan disediakan jika diperlukan.”
  • Kita bisa Diskusi dengan Penyandang Disabilitas atau Komunitas Disabilitas untuk lis skill dan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh setiap ragam Disabilitas

3. Menyortir Kandidat Berdasarkan Tingkat Disabilitas (Sebelum Wawancara)

Kadang ada proses seleksi menyortir kandidat hanya dari informasi disabilitas di CV atau form aplikasi. Misalnya, kandidat dianggap "tidak layak" hanya karena menggunakan kursi roda, memiliki hambatan pendengaran, atau hambatan bicara, tanpa melihat keahlian dan pengalaman kerjanya.

Ini bentuk diskriminasi berdasarkan asumsi, bukan penilaian objektif.

Solusi:

  • Nilai pelamar berdasarkan kompetensi dan pengalaman kerja
  • Wawancarai terlebih dahulu sebelum menarik kesimpulan
  • Berikan tes keterampilan untuk mengukur kemampuan, bukan sekadar melihat kondisi

4. Tidak Memberikan Kesempatan untuk Diskusi Akomodasi

Kadang tidak terfikir untuk membuka ruang dialog soal kebutuhan akomodasi. Sering kali asumsi langsung menganggap proses rekrutmen “sulit” bila pelamar menyandang disabilitas. Padahal banyak penyandang disabilitas tahu persis apa yang mereka butuhkan, dan solusinya seringkali sederhana!

Contoh: Teman Tuli mungkin hanya butuh media tulisan saat wawancara. Atau seseorang dengan disabilitas Fisik mungkin hanya butuh ruangan yang bisa diakses kursi roda.

Solusi:

  • Tanyakan sejak awal: “Apakah ada dukungan atau penyesuaian yang kami bisa sediakan?”
  • Libatkan pelamar dalam percakapan terkait kebutuhan mereka
  • Jadikan akomodasi sebagai bagian dari proses, bukan pengecualian

5. Memberikan Alasan Penolakan karena Disabilitas

Saat ini Masih banyak pelamar Disabilitas yang mendapat penolakan dengan alasan seperti:
"Karena kondisi disabilitas Anda, kami tidak dapat melanjutkan proses."
Ini bentuk diskriminasi eksplisit yang tidak dibenarkan dan bertentangan dengan prinsip kesetaraan.

Penolakan seharusnya berdasarkan hasil tes atau kecocokan kompetensi, bukan kondisi pribadi.

Solusi:

  • Berikan alasan objektif jika pelamar tidak lolos
  • Hindari menyebut disabilitas sebagai penyebab utama penolakan
  • Gunakan bahasa yang sopan dan membangun

Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan Perusahaan Mulai dari Sekarang?

  • Audit ulang proses rekrutmen: dari konten, format, hingga cara komunikasi
  • Latih tim HR tentang inklusi dan bias tidak sadar (unconscious bias.
  • Pastikan semua kandidat bisa mengakses informasi dan proses seleksi
  • Bangun budaya kerja yang mendukung keberagaman dan keterbukaan
  • Libatkan penyandang disabilitas dalam merancang proses yang lebih adil


Yuk, pastikan proses rekrutmen yang kamu jalankan tidak menutup peluang siapa pun hanya karena mereka berbeda.

Karena dunia kerja yang sehat dan kuat dibangun oleh keberagaman kemampuan, perspektif, dan latar belakang.

Agar Rekrutmen di Prusahaan sobat inklusi, yuk bergabung bersama DNetwork untuk mengikuti program edukasi kami.