Gangguan Spektrum Autisme adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan adanya perbedaan cara kerja otak dibandingkan individu non disabilitas sehingga menimbulkan berbagai kesulitan seperti kesulitan berkomunikasi, kesulitan bersosialisasi dan kesulitan membaca gerakan non-verbal yang diberikan orang lain terhadap individu tersebut. Contoh, saya kesulitan untuk membaca ekspresi ibu saya pada saat dia marah ke saya dan baru mengetahuinya pada saat dia sudah menyatakan secara verbal bahwa ia sedang marah. Sedangkan Narkolepsi adalah gangguan langka yang terjadi pada saraf yang mempengaruhi siklus tidur individu sehingga individu tersebut kesulitan menahan kantuk, dapat tertidur sewaktu waktu secara mendadak, dan merasakan kelelahan yang berlebih sepanjang hari walaupun waktu tidurnya sudah cukup. Saya sudah memiliki diagnosis resmi dari dokter untuk 2 gangguan tersebut. Berdasarkan hal yang saya pelajari, disabilitas ganda yang saya miliki keduanya masuk kategori disabilitas tidak terlihat.
Sayangnya, walaupun sudah memiliki diagnosis untuk 2 gangguan tersebut, reaksi yang ditunjukkan masyarakat sekitar adalah bahwa mereka masih sulit mempercayai bahwa saya memiliki disabilitas. Masyarakat non disabilitas tersebut masih berpikir bahwa disabilitas itu harus yang menggunakan kursi roda, tongkat, memiliki bagian tubuh yang terlihat kurang, atau ciri ciri lain yang terlihat.
Ada juga yang menolak untuk mengakui kevalidan dari disabilitas saya, mereka berpikir bahwa ketidakpekaan saya terhadap bahasa non verbal, kesalahpahaman dalam memahami satire dari orang lain, kesulitan saya menentukan intonasi yang pas pada saat memanggil orang lain, kelakuan saya yang tampak tidak sopan karena saya tiba tiba mengantuk kemudian tertidur pada saat orang lain berbicara, kekakuan badan yang terjadi pada saat emosi saya terlalu memuncak atau terlalu menurun, mereka mengatakan bahwa semua hal tersebut terjadi karena saya yang mengada adakan hal tersebut dan hal tersebut bukanlah disabilitas. Terlepas dari anggapan yang terkadang menyakitkan hati tersebut, saya masih bisa memakluminya karena mereka adalah masyarakat biasa.
Sayangnya, anggapan bahwa disabilitas adalah orang yang bagian tubuhnya ada yang terlihat menghilang dan perlakuan orang yang tidak ingin mengakui kedisabilitasan saya bukan hanya terjadi pada masyarakat awam. Anggapan tersebut juga terjadi pada para ahli yang sering terlibat dengan individu disabilitas seperti dokter, psikolog, dan para ahli lainnya. Mereka mereka yang memegang wewenang untuk membuat kedisabilitasan seseorang menjadi resmi.
Anggapan dari para ahli yang menolak untuk mengakui disabilitas yang saya miliki jauh lebih menyakitkan dibandingkan jika yang melakukannya adalah orang awam non disabilitas. Hal tersebut pernah terjadi kepada saya. Kejadian pertama adalah pada saat saya meminta surat keterangan disabilitas kepada dokter untuk keperluan beasiswa dan kedua adalah pada saat saya meminta surat sakit kepada dokter karena saya sakit akibat narkolepsi yang saya miliki. Saat itu saya sudah mencoba menjelaskan, menunjukkan isi kertas yang ada pada UU No 8 tahun 2016 yang mencantumkan bahwa disabilitas tidak harus yang terlihat.
Kedua dokter tersebut juga sama sama sudah saya tunjukkan diagnosis penyakit yang saya miliki baik autisme maupun narkolepsi sebagai bukti penguat bahwa saya tidak berbohong. Namun dokter dokter itu sama sama menolak untuk mengakui kedisabilitasan saya. Mereka sama sama memiliki pandangan bahwa disabilitas haruslah ada kehilangan fungsi tubuh tertentu yang dapat dilihat oleh mata. Parahnya lagi, dokter yang kedua tidak menganggap narkolepsi itu penyakit. Dokter pada kejadian pertama tidak memberikan surat keterangan disabilitas, dokter pada kejadian kedua tidak memberikan surat keterangan sakit. Pada akhirnya saya mencari dokter lain untuk mendapatkan hal yang saya butuhkan.
Adanya perbedaan antara definisi disabilitas secara teoritis yang tertulis pada aturan terbaru dengan definisi disabilitas praktikal yang diimplementasikan oleh masyarakat adalah fenomena lapangan yang saya tangkap dari kejadian kejadian yang sudah saya alami. Tentunya, kejadian yang sudah saya lalui tersebut membuat saya mempertanyakan kembali mengenai identitas disabilitas yang saya miliki. Selain itu, saya merasa bahwa disabilitas tidak terlihat yang saya miliki tidak dianggap oleh masyarakat. Lebih parahnya lagi, disabilitas yang saya miliki seperti disabilitas yang asing dan terabaikan bahkan diantara para individu maupun komunitas disabilitas lain yang identitas disabilitasnya lebih diakui oleh masyarakat.
Lalu, tindakan apa yang saya lakukan untuk menghadapi perlakuan tidak enak tersebut? Tentu saja saya harus mengenal diri saya, termasuk kondisi disabilitas saya. Dengan pemahaman saya mengenai kondisi saya, saya berharap bisa memberi penjelasan yang mudah dimengerti sehingga lebih banyak masyarakat yang teredukasi. Selain itu dengan mengenali kondisi disabilitas saya sama saja dengan memperbesar peluang saya untuk memaksimalkan potensi yang saya punya. Pada saat potensi saya lebih maksimal, saya bisa berbaur dengan lebih banyak masyarakat dan masyarakat lebih memandang saya. Pada saat masyarakat lebih memandang saya otomatis mereka akan lebih mendengarkan perkataan saya, lebih banyak juga masyarakat yang akan mendengarkan saya pada saat saya berbicara, termasuk apabila saya sedang mencoba mengedukasi orang lain tentang disabilitas.
Agar masyarakat lebih menyadari keberadaan disabilitas tidak terlihat, saya mengajak para individu dengan disabilitas tidak terlihat agar lebih mengenali disabilitas yang mereka miliki, memaksimalkan potensi diri agar menjadi individu yang lebih dipandang masyarakat dan lebih berani menyuarakan identitas disabilitas mereka. Selain itu untuk para ahli maupun masyarakat yang terlibat langsung dengan orang disabilitas dengan frekuensi bertemu yang cukup sering, tolong perbarui kembali pengetahuan yang dimiliki mengenai disabilitas. Pelajari mengenai UU No 8 tahun 2016, pelajari juga mengenai pengetahuan terbaru mengenai disabilitas yang ada di mancanegara. Jangan terfokus pada paradigma bahwa disabilitas hanya untuk orang orang yang ada kata tuna di depannya atau hanya terfokus pada pandangan bahwa disabilitas haruslah hal yang terlihat.
Arti disabilitas yang sekarang lebih luas dibandingkan itu. Contoh, orang dengan penyakit kronis bisa dianggap disabilitas asal memiliki kekurangan yang mempengaruhi secara fisik maupun mental sehingga kekurangan tersebut membuat orang tersebut kesulitan untuk menjalankan kehidupan sehari hari. Dengan beraninya para individu dengan disabilitas tidak terlihat untuk menyuarakan mengenai disabilitasnya dengan cara yang tepat, stigma yang sudah terjadi terhadap individu dengan disabilitas tidak terlihat akan berkurang. Dengan adanya pengetahuan yang sudah diperbarui oleh para ahli yang aktif berurusan dengan individu dengan disabilitas mengenai definisi dari disabilitas maka akan muncul kebijakan yang lebih inklusif untuk semua pihak, baik itu untuk individu dengan disabilitas, individu non disabilitas, individu dengan disabilitas yang terlihat maupun individu dengan disabilitas yang tidak terlihat.
Tentang penulis: Perkenalkan saya Rahmat Fahri Naim. Saya lahir di Surabaya, dan sekarang tinggal di Bekasi. Saya memiliki Gangguan Spektrum Autisme sejak lahir dan Gangguan Narkolepsi yang terjadi sejak tahun 2017.
Hai Sobat DNetwork! Proses wawancara kerja yang inklusif bukan hanya soal menerima pelamar dari berbagai latar belakang, tapi juga memastikan setiap tahapnya adil dan aksesibel bagi penyandang disabilitas. Yuk, simak 6 tips berikut untuk menciptakan wawancara yang ramah dan setara:
1️⃣ Pahami Disabilitas dan Kebutuhan Aksesnya Sebelum wawancara, cari tahu jenis disabilitas pelamar agar bisa menyesuaikan kebutuhan mereka — seperti akses kursi roda, pendamping, atau alat bantu komunikasi. Jika belum tahu, jangan ragu untuk bertanya langsung kepada pelamar.
2️⃣ Utamakan Kemampuan, Bukan Kondisi Fisik Fokuslah pada kompetensi, pengalaman, dan potensi kerja pelamar. Jangan menilai berdasarkan kondisi fisiknya. Penyandang disabilitas memiliki kapasitas yang setara dengan pelamar lainnya jika diberi kesempatan yang adil.
3️⃣ Gunakan Media Komunikasi yang Aksesibel Pastikan undangan wawancara dikirim melalui platform yang mudah diakses, dengan bahasa yang jelas dan tidak bertele-tele. Ini penting bagi pelamar dengan hambatan kognitif, sensorik, atau netra.
4️⃣ Siapkan Lokasi dan Fasilitas yang Ramah Akses Tempat wawancara sebaiknya bebas hambatan — misalnya tanpa tangga, ada jalur kursi roda, guiding block, atau ruangan yang mudah dijangkau. Sediakan pendamping atau penerjemah jika dibutuhkan, terutama bagi pelamar Tuli atau Netra.
5️⃣ Diskusikan Secara Terbuka Jika Ada Kekhawatiran Jika ada keraguan tentang bagaimana pelamar akan bekerja, bicarakan langsung dalam wawancara. Ini memberi kesempatan bagi pelamar untuk menjelaskan cara kerja mereka dan dukungan yang biasa mereka gunakan.
6️⃣ Uji Kemampuan Secara Langsung Jika Perlu Bila masih ragu, berikan tes kerja singkat yang relevan untuk melihat langsung kemampuan pelamar. Pastikan tes tersebut juga bisa diakses dengan teknologi bantu jika diperlukan.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini, proses wawancara kerja bisa menjadi lebih inklusif, adil, dan menghargai keberagaman. Butuh dukungan lebih lanjut? Yuk, konsultasi dengan DNetwork! 💙
Halo sobat DNetwork!
Wawancara kerja itu penting. Bisa jadi penentu kamu diterima kerja atau tidak.
CV dan surat lamaran memang penting. Tapi, cara kamu menjawab saat wawancara juga sangat penting. Di wawancara, perusahaan ingin tahu:
Siapa kamu?
Bisa komunikasi atau tidak?
Siap kerja atau belum?
Untuk teman disabilitas, wawancara bisa terasa sulit. Tapi jangan takut. Kalau kamu siap dan percaya diri, kamu bisa!
Berikut tips wawancara kerja yang mudah dipahami:
1. Ikut Pelatihan Wawancara
Ikut pelatihan bisa bantu kamu lebih siap. Banyak pelatihan untuk disabilitas, termasuk dari DNetwork. Di pelatihan, kamu bisa belajar:
Cara jawab pertanyaan
Latihan percaya diri
Simulasi wawancara
2. Latihan Jawab Pertanyaan
Beberapa pertanyaan sering ditanya saat wawancara. Contoh:
“Ceritakan tentang diri kamu.”
“Apa kelebihan dan kekurangan kamu?”
“Kenapa ingin kerja di sini?”
Latihan jawab ini agar kamu tidak bingung. Jawab singkat, jelas, dan yakin.
3. Pakai Baju Rapi
Penampilan itu penting. Pakai baju formal dan bersih. Ini tanda kamu serius dan menghargai wawancara.
4. Percaya Diri
Saat wawancara, coba tetap tenang. Kalau gugup, tarik napas dalam-dalam. Ingat: kamu juga menilai perusahaan, bukan hanya mereka menilai kamu.
5. Fokus pada Kemampuan
Kamu disabilitas? Tidak apa-apa! Jangan minder. Yang penting:
Kamu punya kemampuan
Kamu punya semangat kerja
Kamu bisa kontribusi
Bicarakan keahlian, bukan kondisi.
6. Ceritakan Pengalaman
Gunakan waktu wawancara untuk cerita:
Kamu pernah kerja di mana?
Ikut pelatihan apa?
Pernah buat proyek apa?
Cerita ini bisa bantu HRD melihat kemampuan kamu.
7. Jelaskan Cara Kamu Bekerja
Kalau HRD belum tahu disabilitas kamu, tidak apa-apa, kamu bisa jelaskan:
Kamu kerja seperti apa?
Kamu pakai alat bantu apa? (misalnya: screen reader, tongkat, kursi roda)
Ini penting agar perusahaan tahu cara mendukung kamu.
Kesimpulan
Wawancara kerja bisa sulit. Tapi ini juga kesempatan. Tunjukkan:
Kamu siap
Kamu percaya diri
Kamu punya kemampuan
Kamu punya potensi besar. Jangan takut! Terus belajar dan ambil peluang yang ada.
Gabung DNetwork yuk! DNetwork punya program:
Pelatihan wawancara
Konsultasi CV
Info lowongan kerja untuk disabilitas
Kalau kamu mau, aku juga bisa bantu bikin versi video dengan subtitle sederhana atau bahasa isyarat. Mau dicoba?
Hai Sobat DNetwork! 👋 Pernahkah kalian berpikir, apakah informasi lowongan kerja yang kita bagikan sudah inklusif untuk semua orang? Jangan sampai ada yang terlewat kesempatan hanya karena mereka tidak bisa mengakses informasi tersebut. Salah satu kelompok yang sering kali terlewat adalah penyandang disabilitas. Padahal, mereka juga berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam dunia kerja. Nah, gimana caranya agar informasi lowongan kita bisa diakses oleh semua orang? Yuk, simak tips berikut!
Membangkitkan Kesadaran: Semua Punya Hak yang Sama Penting banget untuk kita sadari, bahwa setiap orang, tanpa terkecuali, punya hak yang sama untuk mendapatkan informasi dan kesempatan. Penyandang disabilitas juga berhak tahu tentang lowongan kerja yang ada. Kita perlu memastikan informasi yang kita buat bisa diakses oleh mereka.
Cek Apakah Semua Orang Bisa Mengakses Informasi Sebelum kita sebarkan informasi lowongan kerja, pastikan dulu apakah informasi tersebut bisa diakses dengan mudah oleh semua orang, termasuk penyandang disabilitas. Kalau ada yang terhambat, kita bisa cari solusi biar lebih inklusif.
Cari Tahu Bagaimana Penyandang Disabilitas Mengakses Informasi Penyandang disabilitas mungkin menghadapi tantangan tertentu dalam mengakses informasi. Untuk itu, coba tanya langsung ke Penyandang Disabilitas langsung atau organisasi penyandang disabilitas seperti DNetwork. Maka sobat akan mendapatkan panduan tentang bagaimana cara terbaik agar informasi bisa diakses oleh teman-teman disabilitas.
Gunakan Kalimat yang Sederhana dan Mudah Dipahami Saat menulis konten lowongan kerja, usahakan menggunakan kalimat yang sederhana, jelas, dan mudah dipahami. Jangan pakai kata-kata yang terlalu panjang atau sulit dimengerti, supaya teman-teman yang kesulitan memahami teks tetap bisa mendapatkan informasi dengan mudah.
Tambahkan Infografis atau Isyarat untuk Teman Tuli Kalau memungkinkan, kita bisa menambahkan elemen visual seperti infografis atau gambar dengan isyarat (seperti bahasa isyarat) di dalam konten. Ini akan membantu teman-teman tuli memahami informasi dengan lebih baik.
Pastikan Poster Lowongan Bisa Diakses oleh Teman Netra Selain teks, poster atau gambar mengenai lowongan kerja juga harus bisa diakses oleh teman-teman netra. Pastikan tulisan di poster atau gambar dapat dibaca dengan pembaca layar (screen reader) dan gambar yang ada memiliki deskripsi yang jelas.
Website Ramah Akses untuk Semua Orang Jika informasi lowongan ada di website, pastikan ada fitur yang memungkinkan orang dengan gangguan penglihatan untuk menyesuaikan tampilan. Misalnya, fitur untuk memperbesar ukuran teks atau mengubah kontras agar lebih mudah dibaca. Kalau bisa, gunakan warna cerah di huruf-huruf penting agar lebih mudah terlihat oleh teman-teman dengan kondisi low vision atau lemah penglihatan.
Formulir Lamaran yang Sederhana dan Jelas Hindari membuat formulir lamaran yang terlalu panjang dan rumit. Buatlah form yang sederhana dan mudah dimengerti. Teman-teman dengan hambatan dalam memahami isi pertanyaan pasti akan lebih mudah mengisi formulir yang ringkas dan jelas.
Pastikan Formulir Aksesibel untuk Semua Orang Selain sederhana, pastikan formulir lamaran yang kita buat bisa diakses oleh semua orang, termasuk pengguna pembaca layar. Ini akan memastikan semua orang bisa melamar pekerjaan tanpa hambatan.
Bertanya Jika Ragu Jika kita merasa ragu apakah informasi lowongan yang kita buat sudah benar-benar inklusif dan dapat diakses oleh semua orang, jangan ragu untuk bertanya kepada penyandang disabilitas atau organisasi penyandang disabilitas seperti DNetwork. Maka sobat akan mendapatkan informasi ataupun masukan sebelum informasi tersebut dipublikasikan.
Dengan sedikit perhatian dan usaha, kita bisa menciptakan dunia kerja yang lebih inklusif dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang. Jadi, ayo mulai membuat informasi lowongan yang bisa diakses oleh semua orang, termasuk teman-teman penyandang disabilitas! 🌟
Silakan bergabung bersama DNetwork agar lowongan sobat semakin inklusif.