Berbicara tentang orang dengan disabilitas bukan berarti hanya sekedar merujuk pada keterbatasan yang dimilikinya. Disisi lain, sudah menjadi tugas bersama untuk menciptakan lingkungan yang inklusi bagi disabilitas, baik itu dari segi aksesibilitas maupun perlakuan yang didapat dari masyarakat sekitar. Hal ini tentunya juga bertujuan untuk menciptakan situasi yang aman dan perasaan yang nyaman ketika individu dengan disabilitas berada dilingkungan sekitarnya, terutama di ruang publik dengan berbagai stereotip (pandangan) yang melekat di masyarakat. Tentu ini bukan menjadi sebuah pertanyaan baru lagi mengapa usaha ini perlu ditegakkan. Selain tertuang dalam UU No.8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, semua manusia perlu menyadari bahwa setiap insan berpotensi dan memiliki resiko menjadi penyandang disabilitas, meskipun memang tiada satupun yang menginginkan hal tersebut terjadi.

Jika ditarik dari segi sosial, manusia seharusnya memiliki sifat tolong menolong, simpati, empati, dan toleransi terhadap sesama agar membentuk masyarakat yang harmonis sesuai norma yang berlaku. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa di era seperti saat sekarang masih banyak pihak - pihak yang masih memiliki stigma negatif dan berperilaku diskiriminatif terhadap disabilitas yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman sehingga banyak dari penyandang disabilitas yang menarik diri untuk tidak berpartisipasi di lingkungannya. Oleh karena itu, mereka berpikir bahwa dunia bukan lagi ruang yang aman bagi mereka untuk mengekspresikan diri.

Dalam tulisan ini, saya sebagai penulis yang juga merupakan seorang penyandang disabilitas daksa (fisik) mencoba memaparkan bagaimana lika - liku kehidupan dan reaksi masyarakat terhadap penyandang disabilitas berdasarkan pengalaman pribadi dalam 10 tahun belakangan ini. Tentunya dengan adanya tulisan ini dapat meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat agar tercipta ruang aman bagi disabilitas, baik dari perlakuan maupun aksesibilitas.

Keluarga merupakan lingkungan kecil yang paling dekat dan aman bagi sebagian besar orang, termasuk bagi disabilitas. Sebab, orang - orang terdekat yang disebut sebagai keluarga, terutama orang tua adalah mereka yang seharusnya dapat memahami dan juga pihak yang diharapkan dapat memberikan dukungan dalam kehidupan penyandang disabilitas. Oleh karena itu, banyak yang lebih memilih untuk berdiam diri dirumah bersama keluarga daripada menghabiskan waktu berada diluar rumah karena dapat meminimalisir terjadinya hal - hal yang ditakutkan saat berada di ruang publik, seperti sekolah atau lingkungan kerja.

Lain halnya ketika seorang penyandang disabilitas berada di lingkungan publik yang dipenuhi oleh masyarakat dengan berbagai ragam pendapat dan pandangannya terhadap disabilitas. Beberapa hal yang pernah saya alami diantaranya adalah adanya pemikiran bahwa disabilitas adalah individu lemah yang tidak bisa melakukan kegiatan apapun, sehingga beberapa pihak berpendapat bahwa tidak diperlukannya partisipasi disabilitas dalam kehidupan bermasyarakat. Meskipun faktanya adalah disabilitas tentu saja tetap dapat melakukan aktivitas dengan caranya sendiri layaknya masyrakat yang bukan disabilitas.

Perlakuan lainnya adalah rasa iba dari masyarakat terhadap disabilitas yang terkesan sangat berlebihan. Secara tidak langsung, hal ini akan berdampak buruk pada kondisi mental penyandang disabilitas sehingga dapat menurunkan tingkat kepercayaan diri. Bukan berarti masyarakat tidak boleh menunjukkan rasa simpatinya, tetapi lakukanlah sewajarnya agar menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan. Menurut saya, sangat tidak mungkin jika disabilitas tidak membaur di lingkungan publik dalam waktu yang lama, karena manusia sebagai makhluk sosial tentunya juga membutuhkan individu lain dalam kehidupannya. Dengan demikian, saya tetap berusaha untuk bisa beradaptasi dan mendekatkan diri dengan masyarakat saat berada di lingkungan publik. Hal utama yang bisa saya lakukan ketika menghadapi perlakuan tersebut adalah saya harus memahami terlebih dahulu bahwa setiap manusia juga memiliki karakteristik yang berbeda - beda, sehingga nantinya akan timbul rasa saling menghargai.

Hambatan ini saya jadikan motivasi bahwa masih sangat diperlukannya usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap disabilitas. Faktor lain yang mempengaruhi terciptanya ruang aman bagi disabilitas adalah terkait ketersediaan aksesibilitas yang layak. Jika membahas tentang disabilitas, tidak hanya sebatas disabilitas fisik, tetapi juga mencakup ragam disabilitas lainnya yaitu disabilitas mental, intelektual, dan sensorik. Masing - masing ragamnya juga memiliki kebutuhan aksesibilitas yang berbeda - beda. Contohnya adalah disabilitas fisik yang membutuhkan bidang miring (ramp), disabilitas pendengaran yang membutuhkan juru bahasa isyarat, atau disabilitas penglihatan yang membutuhkan guiding block. Akan tetapi, ini masih menjadi salah satu hambatan umum yang kerap kali dihadapi oleh penyandang disabilitas.

Ketika mengunjungi fasilitas publik, sering dijumpai ketiadaan sarana yang aksesibel bagi disabilitas. Padahal, kenyamanan di tempat umum adalah hak bagi semua warga negara. Saya sering menemui penyandang disabilitas daksa dengan kursi roda yang kesulitan menuju lantai atas karena digedung tersebut tidak menyediakan bidang miring ataupun lift. Suatu ketika saya pernah menghadiri seminar yang mengikutsertakan penyandang disabilitas. Akan tetapi, ironinya adalah tidak adanya juru bahasa isyarat ataupun subtitle pada materi dan video yang disajikan pada kegiatan tersebut sehingga tentunya menjadi hambatan bagi disabilitas pendengaran untuk mengikuti rangkaian acara secara maksimal.

Selanjutnya, ketika lingkungan sudah menyediakan aksesibilitas yang layak bagi disabilitas, pertanyaan baru yang muncul adalah apakah fasilitas tersebut sudah dimanfaatkan dengan benar atau malah sebaliknya. Saat ini, sudah sering ditemui beberapa transportasi umum yang sudah menyediakan kursi khusus bagi penyandang disabilitas. Tak jarang, banyak orang bukan disabilitas yang justru menggunakan fasilitas tersebut, begitu juga dengan parkiran yang sering ditempati oleh pengendara yang bukan disabilitas. Hal lain yang sempat mencuri perhatian saya adalah ketika guiding block yang harusnya menjadi pengarah jalan bagi penyandang tuna netra yang sedang berjalan kaki, dialihfungsikan menjadi parkiran liar atau tempat berdagang.

Dengan adanya situasi - situasi tersebut tentunya menjadi catatan penting bagi disabilitas untuk mengetahui dan mencari tahu terlebih dahulu keadaan gedung atau lokasi yang hendak dikunjungi apakah sudah tersedianya aksesibilitas bagi disabilitas. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, menciptakan lingkungan yang inklusi membutuhkan peran dari seluruh masyarakat. Meskipun beberapa pihak sudah mulai melakukannya, saya berharap kebutuhan terhadap ruang ramah disabilitas tetap terus dikembangkan. Lingkungan yang inklusi dapat membantu disabilitas dalam berkreasi dan berinovasi tanpa adanya batasan, sehingga mematahkan stigma negatif terhadap disabilitas dan lambat laun akan terwujudnya kehidupan yang setara.

Tentang penulis: Febrianti Syafitri atau biasa dipanggil Fitri adalah seorang penyandang disabilitas fisik yang mengalami kecelakaan pada tahun 2012 lalu sehingga mengharuskan untuk menjalani amputasi kaki kiri hingga atas lutut. Perempuan kelahiran 17 Februari 1997 ini menggunakan alat bantu berupa prostetik (kaki palsu) dalam berkegiatan sehari menulis dan membaca karya sastra. Meskipun memiliki keterbatasan, ia tetap semangat dalam berkarya karena baginya hidup adalah petualangan dan banyak hal menarik yang bisa dilakukan. Saat ini, ia juga aktif bergabung dalam organisasi disabilitas di Kota Padang dengan harapan bisa ikut berperan membantu mewujudkan lingkungan yang inklusi dan ramah disabilitas.

Membangun Dunia Kerja yang Inklusif

Ketenagakerjaan inklusif kini menjadi perhatian utama di Indonesia. Dengan meningkatnya kesadaran dan dukungan kebijakan pemerintah, semakin banyak organisasi yang menyadari bahwa mempekerjakan penyandang disabilitas bukan hanya tanggung jawab sosial, tetapi juga langkah strategis bisnis.
Tempat kerja yang inklusif menciptakan inovasi, produktivitas, dan rasa kebersamaan yang lebih kuat.

Berikut lima fakta penting tentang bagaimana inklusi disabilitas membentuk masa depan dunia kerja di Indonesia.

1. Kuota 1% untuk Perusahaan Swasta

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, perusahaan swasta dengan lebih dari 100 karyawan wajib menyediakan setidaknya 1% posisi kerja bagi penyandang disabilitas.
Kebijakan ini menunjukkan komitmen perusahaan terhadap keberagaman dan kesetaraan di tempat kerja.

2. Kuota 2% untuk Instansi Pemerintah dan BUMN

Instansi pemerintah dan BUMN memiliki tanggung jawab lebih besar — mereka wajib membuka minimal 2% formasi pekerjaan bagi penyandang disabilitas.
Kebijakan ini menegaskan bahwa sektor publik harus menjadi teladan dalam mewujudkan dunia kerja yang setara dan inklusif.

3. Karyawan Disabilitas Terbukti Produktif dan Loyal

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa karyawan disabilitas memiliki tingkat produktivitas dan loyalitas yang sama — bahkan lebih tinggi dibandingkan rekan nondisabilitas.
Ketangguhan, etos kerja, dan kemampuan beradaptasi yang kuat menjadikan mereka aset berharga bagi organisasi inklusif.4. Proses Wawancara Bisa Lebih Fleksibel

Inklusi dimulai sejak proses rekrutmen. Wawancara kerja dapat dilakukan dalam berbagai format — tertulis, video, atau dengan pendamping — sebagai bentuk reasonable accommodation.
Fleksibilitas ini memastikan setiap kandidat memiliki kesempatan yang adil untuk menampilkan kemampuan terbaiknya.

5. Karier untuk Semua

Penyandang disabilitas kini memiliki peluang berkarier di berbagai sektor, mulai dari perhotelan dan desain hingga analisis data dan teknologi informasi.
Hal ini membuktikan bahwa kemampuan seseorang tidak ditentukan oleh keterbatasan, melainkan oleh kesempatan yang diberikan.

Menuju Masa Depan yang Lebih Inklusif

Ketenagakerjaan inklusif bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga strategi untuk membangun tempat kerja yang kuat, empatik, dan berkelanjutan.
Dengan memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas, perusahaan dapat meningkatkan inovasi sekaligus memperkuat dampak sosialnya.

Mari bersama-sama menciptakan masa depan di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk tumbuh, berkontribusi, dan berprestasi.

Hai Sobat DNetwork! 👋

Pernah dengar istilah aksesibilitas di tempat kerja? Nah, persoalan aksesibilitas ini bukan cuma soal membangun jalur kursi roda atau menyediakan teknologi bantu, tapi tentang menciptakan lingkungan kerja yang adil, nyaman, dan mendukung semua orang—termasuk pekerja penyandang disabilitas.
Tentunya masih banyak perusahaan yang berpikir kalau menyediakan aksesibilitas itu “ribet” atau “biaya tambahan”. Padahal kenyataannya, ada banyak sekali keuntungan yang bisa dirasakan perusahaan kalau serius menerapkan aksesibilitas. Yuk, kita bahas satu per satu!

✨ 1. Kinerja lebih maksimal
Ketika pekerja penyandang disabilitas diberi akses yang memadai—entah itu teknologi bantu, ruang kerja ramah akses, atau prosedur yang inklusif—mereka bisa menunjukkan performa terbaik. Hasil kerja jadi maksimal dan target perusahaan tetap tercapai. Potensi mereka tidak kalah dengan pekerja lain, hanya perlu akses yang setara.

✨ 2. Tim kerja lebih beragam dan kreatif
Dengan adanya akses, pekerja disabilitas bisa berkontribusi penuh. Artinya, perusahaan punya tim kerja yang lebih beragam, dengan sudut pandang berbeda yang memperkaya ide-ide. Keberagaman ini justru membuat perusahaan lebih adaptif dan inovatif dalam menghadapi tantangan bisnis.

✨ 3. Patuh hukum dan hindari cap diskriminasi
Menyediakan aksesibilitas juga berarti perusahaan mematuhi undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Selain itu, perusahaan tidak akan dicap sebagai tempat kerja yang diskriminatif. Jadi, ini bukan hanya langkah etis, tapi juga langkah legal yang tepat.

✨ 4. Reputasi sebagai perusahaan inklusif
Di era sekarang, reputasi sangat penting. Perusahaan yang inklusi punya citra positif di mata publik. Masyarakat, mitra, hingga calon karyawan akan melihat perusahaan tersebut sebagai tempat yang ramah, modern, dan peduli pada keadilan.

✨ 5. Lebih memahami konsumen
Faktanya, penyandang disabilitas juga adalah konsumen, pelanggan, atau bahkan pengguna layanan perusahaan kita. Dengan menyediakan aksesibilitas di internal, perusahaan sekaligus belajar memahami kebutuhan konsumen. Hasilnya, layanan dan produk bisa lebih relevan dan ramah bagi semua kalangan.

✨ 6. Budaya empati dan saling menghargai
Perusahaan inklusi biasanya punya tingkat empati tinggi karena terbiasa menghargai perbedaan. Budaya kerja pun jadi lebih sehat: tim saling mendukung, menghargai, dan loyalitas karyawan meningkat.

Jadi, Sobat DNetwork, menyediakan aksesibilitas itu bukan beban, tapi investasi jangka panjang. Perusahaan yang inklusi akan tumbuh lebih kuat, lebih kreatif, dan punya daya saing tinggi.
👉 Yuk, mulai sekarang kita dukung aksesibilitas di tempat kerja. Karena semua orang berhak punya kesempatan yang sama untuk berkembang.

Mari bergabung bersama DNetwork agar Perusahaan Sobat Inklusi melalui program edukasi dari DNetwork.

 

Hai Sobat DNetwork!

Yuk, Cek! Apakah Rekrutmen di Tempatmu Sudah Bebas dari Diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas?

Inklusi kini jadi topik hangat di dunia kerja. Banyak perusahaan sudah mulai membuka peluang bagi penyandang disabilitas. Tapi… sudahkah proses rekrutmen yang kita lakukan benar-benar inklusif dan adil?

Tanpa disadari, ada praktik-praktik yang ternyata masih menyulitkan bahkan mendiskriminasi pelamar kerja penyandang disabilitas.

Semoga hal tersebut tidak terjadi di Perusahaan sobat. Melalui Artikel ini –kita akan sharing khususnya kepada sobat yang bekerja di bidang SDM, rekrutmen, atau manajemen perusahaan agar lebih memahami bentuk-bentuk diskriminasi yang sering terjadi, sekaligus bagaimana cara memperbaikinya.

Lalu apa saja distriminatif yang sering terjadi?

1. Informasi Lowongan Tidak Aksesibel

Ketika mengakses konten lowongan, Penyandang disabilitas sering kesulitan mengakses informasi lowongan tersebut karena kontennya tidak dirancang untuk semua orang.
Misalnya:

  • Teks hanya berupa gambar yang tidak bisa dibaca oleh pembaca layar
  • Tidak ada subtitle atau transkrip untuk video lowongan
  • Situs rekrutmen sulit diakses oleh pengguna alat bantu mobilitas atau pengguna keyboard saja

Akibatnya, banyak calon kandidat tidak bisa mengakses informasi dasar tentang pekerjaan yang mereka minati.

  • Solusi yang dapat sobat lakukan:
    Pastikan format konten bisa diakses oleh Penyandang Disabilitas dengan teknologi bantu yang mereka gunakan
  • Gunakan bahasa yang jelas dan tidak bertele-tele
  • Sediakan deskripsi alternatif untuk gambar dan teks transkrip untuk video/audio
  • Yang paling penting sobat bisa diskusikan dengan Penyandang Disabilitas dan mencobakan konten lowongan yang akan di share untuk memastikan informasi tersebut bisa diakses

2. Lowongan Hanya Terbuka untuk Disabilitas Tertentu

Kadang ada konten lowongan yang menyertakan Kalimat seperti “hanya untuk disabilitas Fisik ringan” atau “tidak menerima pelamar Tuli” adalah bentuk eksklusi yang bisa menutup peluang orang-orang yang sebenarnya mampu dan cocok dengan posisi tersebut.

Setiap individu memiliki kombinasi kemampuan unik. Jenis disabilitas tidak otomatis menentukan apakah seseorang mampu atau tidak menjalankan pekerjaan tertentu.

Solusi:

  • Fokus pada tugas dan tanggung jawab pekerjaan, bukan pada batasan jenis disabilitas
  • Gunakan kalimat seperti: “Terbuka untuk semua pelamar, termasuk penyandang disabilitas. Akomodasi akan disediakan jika diperlukan.”
  • Kita bisa Diskusi dengan Penyandang Disabilitas atau Komunitas Disabilitas untuk lis skill dan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh setiap ragam Disabilitas

3. Menyortir Kandidat Berdasarkan Tingkat Disabilitas (Sebelum Wawancara)

Kadang ada proses seleksi menyortir kandidat hanya dari informasi disabilitas di CV atau form aplikasi. Misalnya, kandidat dianggap "tidak layak" hanya karena menggunakan kursi roda, memiliki hambatan pendengaran, atau hambatan bicara, tanpa melihat keahlian dan pengalaman kerjanya.

Ini bentuk diskriminasi berdasarkan asumsi, bukan penilaian objektif.

Solusi:

  • Nilai pelamar berdasarkan kompetensi dan pengalaman kerja
  • Wawancarai terlebih dahulu sebelum menarik kesimpulan
  • Berikan tes keterampilan untuk mengukur kemampuan, bukan sekadar melihat kondisi

4. Tidak Memberikan Kesempatan untuk Diskusi Akomodasi

Kadang tidak terfikir untuk membuka ruang dialog soal kebutuhan akomodasi. Sering kali asumsi langsung menganggap proses rekrutmen “sulit” bila pelamar menyandang disabilitas. Padahal banyak penyandang disabilitas tahu persis apa yang mereka butuhkan, dan solusinya seringkali sederhana!

Contoh: Teman Tuli mungkin hanya butuh media tulisan saat wawancara. Atau seseorang dengan disabilitas Fisik mungkin hanya butuh ruangan yang bisa diakses kursi roda.

Solusi:

  • Tanyakan sejak awal: “Apakah ada dukungan atau penyesuaian yang kami bisa sediakan?”
  • Libatkan pelamar dalam percakapan terkait kebutuhan mereka
  • Jadikan akomodasi sebagai bagian dari proses, bukan pengecualian

5. Memberikan Alasan Penolakan karena Disabilitas

Saat ini Masih banyak pelamar Disabilitas yang mendapat penolakan dengan alasan seperti:
"Karena kondisi disabilitas Anda, kami tidak dapat melanjutkan proses."
Ini bentuk diskriminasi eksplisit yang tidak dibenarkan dan bertentangan dengan prinsip kesetaraan.

Penolakan seharusnya berdasarkan hasil tes atau kecocokan kompetensi, bukan kondisi pribadi.

Solusi:

  • Berikan alasan objektif jika pelamar tidak lolos
  • Hindari menyebut disabilitas sebagai penyebab utama penolakan
  • Gunakan bahasa yang sopan dan membangun

Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan Perusahaan Mulai dari Sekarang?

  • Audit ulang proses rekrutmen: dari konten, format, hingga cara komunikasi
  • Latih tim HR tentang inklusi dan bias tidak sadar (unconscious bias.
  • Pastikan semua kandidat bisa mengakses informasi dan proses seleksi
  • Bangun budaya kerja yang mendukung keberagaman dan keterbukaan
  • Libatkan penyandang disabilitas dalam merancang proses yang lebih adil


Yuk, pastikan proses rekrutmen yang kamu jalankan tidak menutup peluang siapa pun hanya karena mereka berbeda.

Karena dunia kerja yang sehat dan kuat dibangun oleh keberagaman kemampuan, perspektif, dan latar belakang.

Agar Rekrutmen di Prusahaan sobat inklusi, yuk bergabung bersama DNetwork untuk mengikuti program edukasi kami.