Halo perkenalkan saya Harisandy, menjadi seorang difabel penglihatan sejak usia 8 tahun yang membuat kehidupan saya sangat berubah setelah perlahan jendela penglihatan saya tanpa sebab yang pasti memudar seiring berjalannya waktu. Saat pertama kali saya menyadari kondisi yang saya alami belum ada hal yang terpikirkan tentang apa yang bisa saya lakukan selain hanya merasa takut dan minder karena tidak bisa bermain bersama teman-teman lagi pada masa itu. Namun praduga itu tidak sepenuhnya benar karena nampaknya saya masih bisa melanjutkan hari-hari saya walau tanpa penglihatan meski saya banyak kehilangan teman karena sempat berhenti sekolah yang membuat saya tidak lagi bisa bertemu dan bermain bersama mereka.
12 tahun saya menghabiskan waktu bersekolah di sekolah khusus atau yang lebih dikenal dengan istilah SLB di sinilah babak baru kehidupan saya terbentuk, banyak pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan sehingga hari-hari saya tidak lagi menjadi sepi. Berbagai macam keterampilan saya dapatkan yang bisa saya gunakan dalam kehidupan saya sebagai seorang difabel yang menjadikan saya hampir tidak berbeda dengan mereka yang bukan difabel.
Perlahan tapi pasti saya kembali mendapatkan kepercayaan diri yang sempat hilang terlebih banyak ajang kejuaraan yang sempat saya ikuti dari bangku SD sampai SMA membuat semangat dalam diri kembali menyala. Hal yang tidak saya sadari dan ternyata sangat penting saat duduk di bangku SMA ialah keterampilan komputer dengan program screen reader yang pada saat itu hanya saya pergunakan untuk belajar membuat E-Mail dan mengakses sosial media lambat laun setelah saya dalami ternyata banyak hal yang bisa saya lakukan dan akses dengan keterampilan komputer.
Berbekal kemampuan penguasaan komputer yang saya dapatkan itulah akhirnya saya bisa melanjutkan jenjang pendidikan saya ke sarjana yang mulai tahap pendaftaran hingga perkuliahan dapat saya akses secara mandiri. Puncak dimana saya benar-benar merasa bahwa kondisi difabel yang saya alami sama sekali tidak berpengaruh besar dalam perjalanan hidup saya saat bertemu dengan teman-teman yang sangat banyak memberikan saya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan tanpa melihat kondisi kedisabilitasan yang saya alami.
Sekali kayuh dua buah pulau terlampaui mungkin pepatah itu sesuai dengan apa yang terjadi setelah saya berhasil menyelesaikan studi di jenjang S1 dengan tepat waktu saya juga berhasil melanjutkan studi pada jenjang magister dan berhasil menylesaikan S2 saya dengan predikat cumlaud. Lingkungan yang sangat positif selama saya berada di kampus sangat merubah hidup saya untuk jauh lebih baik secara individu maupun sosial.
Memasuki Dunia Kerja
Pada Akhir tahun 2019 melalui sebaran yang saya dapatkan dari sosial media diberitakan bahwa ada pembukaan untuk melamar CPNS dan banyak dari lulusan yang sesuai dengan ijasah terakhir saya dalam formasi CPNS yang dicari waktu itu, tanpa berpikir panjang saya langsung mencoba mendaftar. Dalam benak saya saat itu saya hanya ingin mencoba terlepas nantinya akan berhasil atau tidak yang saya lakukan hanya berusaha mengikuti setiap prosesnya. Seluruh berkas yang diminta satu persatu saya lengkapi dan di sini lagi-lagi saya merasa bersyukur karena kemampuan penguasaan komputer yang saya miliki sangat membantu saya sebagai seorang difabel penglihatan walau ada beberapa hal kecil yang masih perlu dibantu oleh teman yang non-difabel.
Saat seleksi administrasi yang saya ikuti diawal pendaftaran ada salah satu perintah untuk upload surat lamaran ke instansi yang saya tuju dan format surat harus ditulis dengan tangan pada kertas folio tahap inilah yang sedikit membuat saya terkendala karena tidak memungkinkan untuk saya menulis secara mandiri untungnya waktu itu ada seorang teman yang bersedia membantu dan hal ini sudah sempat saya sampaikan kepada instansi terkait kalau saya sebagai seorang difabel penglihatan tidak memungkinkan menulis di atas kertas terlebih harus menulis dengan struktur yang baik dan benar.
Setelah berkas semua lengkap akhirnya saya bisa mengirim seluruh berkas yang diminta dengan lancar dan tinggal menunggu hasil pengumuman. Waktu itu tidak seberapa lama pengumuman hasil seleksi administasi keluar dan syukurnya saya lulus tahap administrasi sebelum nantinya harus melalui tahap selanjutnya yaitu sleksi kompetensi dasar (SKD) dan sleksi kompetensi bidang (SKB), sembari menunggu saya sambil menyelsaikan tesis karena ketika saya mengikuti sleksi CPNS saya masih terdaftar sebagai mahasiswa pasca sarjana di smester 4.
Akhirnya menjelang pertengahan tahun 2020 jadual SKD pun keluar dan sleksi harus diikuti secara offline dengan seluruh fasilitas yang sudah disediakan oleh panitia, dan betapa terkejutnya saya saat berhadapan dengan komputer yang disediakan oleh panitia sebagai alat untuk mengerjakan test karena screen reader yang digunakan nampaknya tidak sama sekali familiar untuk digunakan para difabel pengliahtan yang saya kenal selama ini terlebih tanpa adanya sosialisasi atau uji coba pemakaiann membuat saya merasa pasrah saat mengerjakan test tersebut.
Setelah soal berhasil saya kerjakan semua dengan meminta sedikit waktu tambhan kepada panitia yang memang menjadi hak para pelamar dengan disabilitas diluar dugaan nilai saya cukup untuk melaju ke tahap SKB. Dengan pengalaman SKD saat sleksi SKB saya bisa lebih siap dan tanpa hambatan berarti saya berhasil menylesaikan tahap terakhir dengan baik, dan kini saya telah terdaftar resmi sebagai ASN DISDIKPORA PEMPROV Bali dengan penempatan unit kerja SLB Negeri 1 Badung.
Inklusi di Dunia Kerja
Saat pertamakalinya saya masuk kerja suasana kantor masih sangat sepi hal tersebut tidak terlepas dari protokol kesehatan yang berlaku pada waktu itu karena adanya pandemi covid-19 yang melanda dunia dan mengharuskan semua orang untuk beraktifitas dari rumah. Saat itu saya bersama dua orang teman yang juga sama-sama menjadi CPNS baru ditahun 2021 mendapat kesempatan untuk mengenal lingkungan sekitar sekolah tempat kami bekerja. Disaat inilah saya memanfaatkannya untuk melakukan orientasi untuk mengenal jalanan dan gedung-gedung yang ada disekitar sekolah karena diantara kami bertiga hanya saya sendiri yang merupakan seorang difabel.
Bekerja dilingkungan SLB bukan berarti jaminan untuk seorang difabel mendapat fasilitas yang aksesibel ataupun lingkungan yang tidak diskriminatif. Di awal-awal saya bekerja banyak tantangan yang harus saya lewati seperti pandangan lingkungan yang masih ragu akan kemampuan saya dalam melakukan pekerjaan hal tersebut dapat saya rasakan dari kurangnya kesempatan yang diberikan kepada saya dalam beberapa kegiatan. Selain itu sarana prasarana yang menurut saya kurang aksesibel untuk seorang dengan difabel khususnya difabel penglihatan disebuah sekolah khusus (SLB) dengan masih banyaknya selokan yang cukup dalam disepanjang jalanan sekolah tanpa tralis yang menutupi tentu sangat membahayakan serta masih ada beberapa pengguna motor yang tidak memarkirkan kendaraannya ditempat yang semestinya.
Berbekal kemampuan orientasi dan mobilitas serta pengalaman selama berkuliah dengan perlahan saya bisa beradaptasi dengan cepat dan tangtangan baru datang saat pembelajaran mulai dizinnkan untuk tatap muka. Selama daring saya merasa lebih mudah karena saat mengajar saya dapat memanfaatkan fitur media digital untuk membuat pertanyaan dan menerima jawaban dari peserta didik saya dengan bantuan screen reader namun saat tatap muka semua peserta didik menggunakan buku cetak untuk menulis dan menjawab soal maupun mencatat. Dapat diketahui bahwa saya mengajar peserta didik dengan hambatan intelektual jadi secara penglihatan mereka tidak mengalami masalah hal itu membuat saya harus banyak berinofasi untuk dapat mengajar secara efesien dan efektif salah satunya saya menggunakan layar projektor sebagai penggganti papan tulis agar bisa sayaakses dan lebih mudah untuk menampilkan ilustrasi dalam bentuk gambar atau video.
Seiring berjalannya waktu sampai memasuki akhir ttahun 2022 ini keraguan orang-orang disekitar lingkungan kerja sudah mulai berkurang setelah mrnyadari bahwa saya mampu menjalankan tanggungjawab sebagai seorang pendidik dengan baik dan mampu mencapai target yang diberikan. Cara saya mengajar belakangan justru banyak ditiru oleh pendidik lainnya seperti penggunaan layar projektor yang mereka anggap lebih praktis dan relefan dengan kemajuan era digital untuk menyampaikan materi.
Terlepas dari segala kondisi yang ada sebagai satu-satunya orang dengan difabel yang menjadi pendidik di tempat saya bekerja media digital benar-benar banyak berperan dalam kemajuan hidup saya, dapat dibayangkan kalau saya tidak menguasai perangkat digital tentu tidak akan pernah sampai di titik seperti sekarang. Walau begitu bukan berarti saya tidak lagi membutuhkan bantuan teman-teman non-difabel.
Dalam urusan-urusan administrasi kelengkapan pegawai saya sering kali menemukan hal-hal yang kurang bisa saya akses hal tersebut saya rasakan karena masih rendahnya kesadaran pemegang kebijakan yang sering merubah sistem atau memperbaharuinya tanpa mempedulikan sisi inklusifitas anggotanya. Alhasil selama ini sering pihak difabel yang menyesuaikan dengan sistem yang berlaku, beruntungnya teman-teman sejawat bisa membantu meski terkadang ada perasaan segan untuk meminta bantuan karena kesibukan masing-masing.
Dari pengalaman tersebut saya ingin menyampaikan bahwa seorang difabel hanya butuh kesempatan dan waktu untuk berperan dan menunjukan skillnya untuk bisa berpartisipasi aktif disebuah lingkungan dan tindakan kaloboratif dari para non-difabel adalah hal penting sebagai penunjang kemandirian teman-teman difabel.
Membangun Dunia Kerja yang Inklusif
Ketenagakerjaan inklusif kini menjadi perhatian utama di Indonesia. Dengan meningkatnya kesadaran dan dukungan kebijakan pemerintah, semakin banyak organisasi yang menyadari bahwa mempekerjakan penyandang disabilitas bukan hanya tanggung jawab sosial, tetapi juga langkah strategis bisnis. Tempat kerja yang inklusif menciptakan inovasi, produktivitas, dan rasa kebersamaan yang lebih kuat.
Berikut lima fakta penting tentang bagaimana inklusi disabilitas membentuk masa depan dunia kerja di Indonesia.
1. Kuota 1% untuk Perusahaan Swasta
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, perusahaan swasta dengan lebih dari 100 karyawan wajib menyediakan setidaknya 1% posisi kerja bagi penyandang disabilitas. Kebijakan ini menunjukkan komitmen perusahaan terhadap keberagaman dan kesetaraan di tempat kerja.
2. Kuota 2% untuk Instansi Pemerintah dan BUMN
Instansi pemerintah dan BUMN memiliki tanggung jawab lebih besar — mereka wajib membuka minimal 2% formasi pekerjaan bagi penyandang disabilitas. Kebijakan ini menegaskan bahwa sektor publik harus menjadi teladan dalam mewujudkan dunia kerja yang setara dan inklusif.
3. Karyawan Disabilitas Terbukti Produktif dan Loyal
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa karyawan disabilitas memiliki tingkat produktivitas dan loyalitas yang sama — bahkan lebih tinggi dibandingkan rekan nondisabilitas. Ketangguhan, etos kerja, dan kemampuan beradaptasi yang kuat menjadikan mereka aset berharga bagi organisasi inklusif.4. Proses Wawancara Bisa Lebih Fleksibel
Inklusi dimulai sejak proses rekrutmen. Wawancara kerja dapat dilakukan dalam berbagai format — tertulis, video, atau dengan pendamping — sebagai bentuk reasonable accommodation. Fleksibilitas ini memastikan setiap kandidat memiliki kesempatan yang adil untuk menampilkan kemampuan terbaiknya.
5. Karier untuk Semua
Penyandang disabilitas kini memiliki peluang berkarier di berbagai sektor, mulai dari perhotelan dan desain hingga analisis data dan teknologi informasi. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan seseorang tidak ditentukan oleh keterbatasan, melainkan oleh kesempatan yang diberikan.
Menuju Masa Depan yang Lebih Inklusif
Ketenagakerjaan inklusif bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga strategi untuk membangun tempat kerja yang kuat, empatik, dan berkelanjutan. Dengan memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas, perusahaan dapat meningkatkan inovasi sekaligus memperkuat dampak sosialnya.
Mari bersama-sama menciptakan masa depan di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk tumbuh, berkontribusi, dan berprestasi. ✨
Hai Sobat DNetwork! 👋
Pernah dengar istilah aksesibilitas di tempat kerja? Nah, persoalan aksesibilitas ini bukan cuma soal membangun jalur kursi roda atau menyediakan teknologi bantu, tapi tentang menciptakan lingkungan kerja yang adil, nyaman, dan mendukung semua orang—termasuk pekerja penyandang disabilitas. Tentunya masih banyak perusahaan yang berpikir kalau menyediakan aksesibilitas itu “ribet” atau “biaya tambahan”. Padahal kenyataannya, ada banyak sekali keuntungan yang bisa dirasakan perusahaan kalau serius menerapkan aksesibilitas. Yuk, kita bahas satu per satu!
✨ 1. Kinerja lebih maksimal Ketika pekerja penyandang disabilitas diberi akses yang memadai—entah itu teknologi bantu, ruang kerja ramah akses, atau prosedur yang inklusif—mereka bisa menunjukkan performa terbaik. Hasil kerja jadi maksimal dan target perusahaan tetap tercapai. Potensi mereka tidak kalah dengan pekerja lain, hanya perlu akses yang setara.
✨ 2. Tim kerja lebih beragam dan kreatif Dengan adanya akses, pekerja disabilitas bisa berkontribusi penuh. Artinya, perusahaan punya tim kerja yang lebih beragam, dengan sudut pandang berbeda yang memperkaya ide-ide. Keberagaman ini justru membuat perusahaan lebih adaptif dan inovatif dalam menghadapi tantangan bisnis.
✨ 3. Patuh hukum dan hindari cap diskriminasi Menyediakan aksesibilitas juga berarti perusahaan mematuhi undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Selain itu, perusahaan tidak akan dicap sebagai tempat kerja yang diskriminatif. Jadi, ini bukan hanya langkah etis, tapi juga langkah legal yang tepat.
✨ 4. Reputasi sebagai perusahaan inklusif Di era sekarang, reputasi sangat penting. Perusahaan yang inklusi punya citra positif di mata publik. Masyarakat, mitra, hingga calon karyawan akan melihat perusahaan tersebut sebagai tempat yang ramah, modern, dan peduli pada keadilan.
✨ 5. Lebih memahami konsumen Faktanya, penyandang disabilitas juga adalah konsumen, pelanggan, atau bahkan pengguna layanan perusahaan kita. Dengan menyediakan aksesibilitas di internal, perusahaan sekaligus belajar memahami kebutuhan konsumen. Hasilnya, layanan dan produk bisa lebih relevan dan ramah bagi semua kalangan.
✨ 6. Budaya empati dan saling menghargai Perusahaan inklusi biasanya punya tingkat empati tinggi karena terbiasa menghargai perbedaan. Budaya kerja pun jadi lebih sehat: tim saling mendukung, menghargai, dan loyalitas karyawan meningkat.
Jadi, Sobat DNetwork, menyediakan aksesibilitas itu bukan beban, tapi investasi jangka panjang. Perusahaan yang inklusi akan tumbuh lebih kuat, lebih kreatif, dan punya daya saing tinggi. 👉 Yuk, mulai sekarang kita dukung aksesibilitas di tempat kerja. Karena semua orang berhak punya kesempatan yang sama untuk berkembang.
Mari bergabung bersama DNetwork agar Perusahaan Sobat Inklusi melalui program edukasi dari DNetwork.
Hai Sobat DNetwork!
Yuk, Cek! Apakah Rekrutmen di Tempatmu Sudah Bebas dari Diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas?
Inklusi kini jadi topik hangat di dunia kerja. Banyak perusahaan sudah mulai membuka peluang bagi penyandang disabilitas. Tapi… sudahkah proses rekrutmen yang kita lakukan benar-benar inklusif dan adil?
Tanpa disadari, ada praktik-praktik yang ternyata masih menyulitkan bahkan mendiskriminasi pelamar kerja penyandang disabilitas.
Semoga hal tersebut tidak terjadi di Perusahaan sobat. Melalui Artikel ini –kita akan sharing khususnya kepada sobat yang bekerja di bidang SDM, rekrutmen, atau manajemen perusahaan agar lebih memahami bentuk-bentuk diskriminasi yang sering terjadi, sekaligus bagaimana cara memperbaikinya.
Lalu apa saja distriminatif yang sering terjadi?
1. Informasi Lowongan Tidak Aksesibel
Ketika mengakses konten lowongan, Penyandang disabilitas sering kesulitan mengakses informasi lowongan tersebut karena kontennya tidak dirancang untuk semua orang. Misalnya:
Teks hanya berupa gambar yang tidak bisa dibaca oleh pembaca layar
Tidak ada subtitle atau transkrip untuk video lowongan
Situs rekrutmen sulit diakses oleh pengguna alat bantu mobilitas atau pengguna keyboard saja
Akibatnya, banyak calon kandidat tidak bisa mengakses informasi dasar tentang pekerjaan yang mereka minati.
Solusi yang dapat sobat lakukan: Pastikan format konten bisa diakses oleh Penyandang Disabilitas dengan teknologi bantu yang mereka gunakan
Gunakan bahasa yang jelas dan tidak bertele-tele
Sediakan deskripsi alternatif untuk gambar dan teks transkrip untuk video/audio
Yang paling penting sobat bisa diskusikan dengan Penyandang Disabilitas dan mencobakan konten lowongan yang akan di share untuk memastikan informasi tersebut bisa diakses
2. Lowongan Hanya Terbuka untuk Disabilitas Tertentu
Kadang ada konten lowongan yang menyertakan Kalimat seperti “hanya untuk disabilitas Fisik ringan” atau “tidak menerima pelamar Tuli” adalah bentuk eksklusi yang bisa menutup peluang orang-orang yang sebenarnya mampu dan cocok dengan posisi tersebut.
Setiap individu memiliki kombinasi kemampuan unik. Jenis disabilitas tidak otomatis menentukan apakah seseorang mampu atau tidak menjalankan pekerjaan tertentu.
Solusi:
Fokus pada tugas dan tanggung jawab pekerjaan, bukan pada batasan jenis disabilitas
Gunakan kalimat seperti: “Terbuka untuk semua pelamar, termasuk penyandang disabilitas. Akomodasi akan disediakan jika diperlukan.”
Kita bisa Diskusi dengan Penyandang Disabilitas atau Komunitas Disabilitas untuk lis skill dan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh setiap ragam Disabilitas
3. Menyortir Kandidat Berdasarkan Tingkat Disabilitas (Sebelum Wawancara)
Kadang ada proses seleksi menyortir kandidat hanya dari informasi disabilitas di CV atau form aplikasi. Misalnya, kandidat dianggap "tidak layak" hanya karena menggunakan kursi roda, memiliki hambatan pendengaran, atau hambatan bicara, tanpa melihat keahlian dan pengalaman kerjanya.
Ini bentuk diskriminasi berdasarkan asumsi, bukan penilaian objektif.
Solusi:
Nilai pelamar berdasarkan kompetensi dan pengalaman kerja
Wawancarai terlebih dahulu sebelum menarik kesimpulan
Berikan tes keterampilan untuk mengukur kemampuan, bukan sekadar melihat kondisi
4. Tidak Memberikan Kesempatan untuk Diskusi Akomodasi
Kadang tidak terfikir untuk membuka ruang dialog soal kebutuhan akomodasi. Sering kali asumsi langsung menganggap proses rekrutmen “sulit” bila pelamar menyandang disabilitas. Padahal banyak penyandang disabilitas tahu persis apa yang mereka butuhkan, dan solusinya seringkali sederhana!
Contoh: Teman Tuli mungkin hanya butuh media tulisan saat wawancara. Atau seseorang dengan disabilitas Fisik mungkin hanya butuh ruangan yang bisa diakses kursi roda.
Solusi:
Tanyakan sejak awal: “Apakah ada dukungan atau penyesuaian yang kami bisa sediakan?”
Libatkan pelamar dalam percakapan terkait kebutuhan mereka
Jadikan akomodasi sebagai bagian dari proses, bukan pengecualian
5. Memberikan Alasan Penolakan karena Disabilitas
Saat ini Masih banyak pelamar Disabilitas yang mendapat penolakan dengan alasan seperti: "Karena kondisi disabilitas Anda, kami tidak dapat melanjutkan proses." Ini bentuk diskriminasi eksplisit yang tidak dibenarkan dan bertentangan dengan prinsip kesetaraan.
Penolakan seharusnya berdasarkan hasil tes atau kecocokan kompetensi, bukan kondisi pribadi.
Solusi:
Berikan alasan objektif jika pelamar tidak lolos
Hindari menyebut disabilitas sebagai penyebab utama penolakan
Gunakan bahasa yang sopan dan membangun
Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan Perusahaan Mulai dari Sekarang?
Audit ulang proses rekrutmen: dari konten, format, hingga cara komunikasi
Latih tim HR tentang inklusi dan bias tidak sadar (unconscious bias.
Pastikan semua kandidat bisa mengakses informasi dan proses seleksi
Bangun budaya kerja yang mendukung keberagaman dan keterbukaan
Libatkan penyandang disabilitas dalam merancang proses yang lebih adil
Yuk, pastikan proses rekrutmen yang kamu jalankan tidak menutup peluang siapa pun hanya karena mereka berbeda.
Karena dunia kerja yang sehat dan kuat dibangun oleh keberagaman kemampuan, perspektif, dan latar belakang.
Agar Rekrutmen di Prusahaan sobat inklusi, yuk bergabung bersama DNetwork untuk mengikuti program edukasi kami.