Hai Sobat DNetwork!

Yuk, Cek! Apakah Rekrutmen di Tempatmu Sudah Bebas dari Diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas?

Inklusi kini jadi topik hangat di dunia kerja. Banyak perusahaan sudah mulai membuka peluang bagi penyandang disabilitas. Tapi… sudahkah proses rekrutmen yang kita lakukan benar-benar inklusif dan adil?

Tanpa disadari, ada praktik-praktik yang ternyata masih menyulitkan bahkan mendiskriminasi pelamar kerja penyandang disabilitas.

Semoga hal tersebut tidak terjadi di Perusahaan sobat. Melalui Artikel ini –kita akan sharing khususnya kepada sobat yang bekerja di bidang SDM, rekrutmen, atau manajemen perusahaan agar lebih memahami bentuk-bentuk diskriminasi yang sering terjadi, sekaligus bagaimana cara memperbaikinya.

Lalu apa saja distriminatif yang sering terjadi?

1. Informasi Lowongan Tidak Aksesibel

Ketika mengakses konten lowongan, Penyandang disabilitas sering kesulitan mengakses informasi lowongan tersebut karena kontennya tidak dirancang untuk semua orang.
Misalnya:

  • Teks hanya berupa gambar yang tidak bisa dibaca oleh pembaca layar
  • Tidak ada subtitle atau transkrip untuk video lowongan
  • Situs rekrutmen sulit diakses oleh pengguna alat bantu mobilitas atau pengguna keyboard saja

Akibatnya, banyak calon kandidat tidak bisa mengakses informasi dasar tentang pekerjaan yang mereka minati.

  • Solusi yang dapat sobat lakukan:
    Pastikan format konten bisa diakses oleh Penyandang Disabilitas dengan teknologi bantu yang mereka gunakan
  • Gunakan bahasa yang jelas dan tidak bertele-tele
  • Sediakan deskripsi alternatif untuk gambar dan teks transkrip untuk video/audio
  • Yang paling penting sobat bisa diskusikan dengan Penyandang Disabilitas dan mencobakan konten lowongan yang akan di share untuk memastikan informasi tersebut bisa diakses

2. Lowongan Hanya Terbuka untuk Disabilitas Tertentu

Kadang ada konten lowongan yang menyertakan Kalimat seperti “hanya untuk disabilitas Fisik ringan” atau “tidak menerima pelamar Tuli” adalah bentuk eksklusi yang bisa menutup peluang orang-orang yang sebenarnya mampu dan cocok dengan posisi tersebut.

Setiap individu memiliki kombinasi kemampuan unik. Jenis disabilitas tidak otomatis menentukan apakah seseorang mampu atau tidak menjalankan pekerjaan tertentu.

Solusi:

  • Fokus pada tugas dan tanggung jawab pekerjaan, bukan pada batasan jenis disabilitas
  • Gunakan kalimat seperti: “Terbuka untuk semua pelamar, termasuk penyandang disabilitas. Akomodasi akan disediakan jika diperlukan.”
  • Kita bisa Diskusi dengan Penyandang Disabilitas atau Komunitas Disabilitas untuk lis skill dan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh setiap ragam Disabilitas

3. Menyortir Kandidat Berdasarkan Tingkat Disabilitas (Sebelum Wawancara)

Kadang ada proses seleksi menyortir kandidat hanya dari informasi disabilitas di CV atau form aplikasi. Misalnya, kandidat dianggap "tidak layak" hanya karena menggunakan kursi roda, memiliki hambatan pendengaran, atau hambatan bicara, tanpa melihat keahlian dan pengalaman kerjanya.

Ini bentuk diskriminasi berdasarkan asumsi, bukan penilaian objektif.

Solusi:

  • Nilai pelamar berdasarkan kompetensi dan pengalaman kerja
  • Wawancarai terlebih dahulu sebelum menarik kesimpulan
  • Berikan tes keterampilan untuk mengukur kemampuan, bukan sekadar melihat kondisi

4. Tidak Memberikan Kesempatan untuk Diskusi Akomodasi

Kadang tidak terfikir untuk membuka ruang dialog soal kebutuhan akomodasi. Sering kali asumsi langsung menganggap proses rekrutmen “sulit” bila pelamar menyandang disabilitas. Padahal banyak penyandang disabilitas tahu persis apa yang mereka butuhkan, dan solusinya seringkali sederhana!

Contoh: Teman Tuli mungkin hanya butuh media tulisan saat wawancara. Atau seseorang dengan disabilitas Fisik mungkin hanya butuh ruangan yang bisa diakses kursi roda.

Solusi:

  • Tanyakan sejak awal: “Apakah ada dukungan atau penyesuaian yang kami bisa sediakan?”
  • Libatkan pelamar dalam percakapan terkait kebutuhan mereka
  • Jadikan akomodasi sebagai bagian dari proses, bukan pengecualian

5. Memberikan Alasan Penolakan karena Disabilitas

Saat ini Masih banyak pelamar Disabilitas yang mendapat penolakan dengan alasan seperti:
"Karena kondisi disabilitas Anda, kami tidak dapat melanjutkan proses."
Ini bentuk diskriminasi eksplisit yang tidak dibenarkan dan bertentangan dengan prinsip kesetaraan.

Penolakan seharusnya berdasarkan hasil tes atau kecocokan kompetensi, bukan kondisi pribadi.

Solusi:

  • Berikan alasan objektif jika pelamar tidak lolos
  • Hindari menyebut disabilitas sebagai penyebab utama penolakan
  • Gunakan bahasa yang sopan dan membangun

Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan Perusahaan Mulai dari Sekarang?

  • Audit ulang proses rekrutmen: dari konten, format, hingga cara komunikasi
  • Latih tim HR tentang inklusi dan bias tidak sadar (unconscious bias.
  • Pastikan semua kandidat bisa mengakses informasi dan proses seleksi
  • Bangun budaya kerja yang mendukung keberagaman dan keterbukaan
  • Libatkan penyandang disabilitas dalam merancang proses yang lebih adil


Yuk, pastikan proses rekrutmen yang kamu jalankan tidak menutup peluang siapa pun hanya karena mereka berbeda.

Karena dunia kerja yang sehat dan kuat dibangun oleh keberagaman kemampuan, perspektif, dan latar belakang.

Agar Rekrutmen di Prusahaan sobat inklusi, yuk bergabung bersama DNetwork untuk mengikuti program edukasi kami.

 

Mewujudkan lingkungan kerja yang inklusif bagi penyandang disabilitas bukan hanya tentang menyediakan fasilitas tambahan, melainkan memahami secara menyeluruh kebutuhan mereka yang beragam dan spesifik. Akomodasi yang efektif tidak hanya berdampak pada kenyamanan kerja, tetapi juga meningkatkan produktivitas dan loyalitas karyawan.

Berikut ini adalah strategi komprehensif yang dapat diterapkan perusahaan dalam mengimplementasikan akomodasi kerja yang layak bagi penyandang disabilitas:

1. Memahami Kerangka Regulasi sebagai Dasar Tindakan

Langkah pertama adalah memahami regulasi yang menjadi dasar hukum dan etika. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas serta ketentuan dari Kementerian Ketenagakerjaan mengatur kewajiban pemberi kerja dalam menyediakan akomodasi yang layak. Ini mencakup aksesibilitas fisik, informasi, serta penyesuaian proses kerja yang wajar. Regulasi ini menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan internal perusahaan.

2. Meningkatkan Literasi tentang Ragam Disabilitas dan Implikasinya di Dunia Kerja

Setiap jenis disabilitas memiliki kebutuhan yang berbeda. Pemahaman terhadap hal ini menjadi kunci dalam menyediakan akomodasi yang tepat. Beberapa contoh kebutuhan spesifik antara lain:

  • Disabilitas netra: memerlukan screen reader, dokumen atau aplikasi dalam format aksesibel, dan penanda fisik seperti guiding block.

  • Disabilitas daksa: membutuhkan meja kerja yang dapat diatur, ramp, dan akses lift yang ramah pengguna kursi roda.

  • Disabilitas Tuli: membutuhkan juru bahasa isyarat, teks tertulis, atau simbol visual lainnya untuk mendukung komunikasi.

  • Disabilitas intelektual dan psikososial: membutuhkan komunikasi yang jelas, struktur kerja yang stabil, serta dukungan sosial dari rekan kerja.

Pengetahuan ini mencegah pendekatan akomodasi yang bersifat generik dan memastikan solusi yang diberikan benar-benar relevan.

3. Melakukan Pendekatan Komunikatif dengan Karyawan Disabilitas

Alih-alih berasumsi, ajak karyawan dengan disabilitas berdialog secara terbuka mengenai kebutuhan mereka. Komunikasi yang aktif dan rutin akan membangun kepercayaan serta menciptakan lingkungan kerja yang responsif. Pengalaman dan perspektif langsung dari karyawan sangat berharga dalam merancang solusi akomodasi yang efektif.

4. Melakukan Asesmen Kebutuhan Akses secara Individual dan Terstruktur

Kebutuhan setiap individu tidak bisa disamakan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan asesmen kebutuhan secara personal, melalui:

  • Wawancara individual

  • Survei internal

  • Observasi langsung di lingkungan kerja

Hasil asesmen harus dicatat dan dianalisis agar menjadi dasar dalam merancang akomodasi yang tepat sasaran dan berkelanjutan.

5. Berinvestasi pada Pelatihan Inklusi bagi Tim HR dan Manajemen

Pelatihan dan workshop tentang inklusi disabilitas perlu diberikan kepada tim HR dan manajemen. Topik seperti rekrutmen inklusif, cara memberikan umpan balik yang sensitif, serta membangun lingkungan kerja yang mendukung keberagaman akan memperkuat budaya organisasi yang adaptif dan tidak diskriminatif.

6. Melakukan Uji Coba dan Validasi Akomodasi

Sebelum akomodasi diterapkan secara luas, lakukan uji coba bersama karyawan yang membutuhkannya. Mintalah umpan balik langsung untuk menilai apakah fasilitas atau alat bantu yang disediakan benar-benar efektif.

Misalnya, sebuah aplikasi internal yang dianggap telah aksesibel, ternyata belum dapat digunakan dengan nyaman oleh pengguna screen reader karena kendala teknis. Uji coba seperti ini mencegah pemborosan anggaran dan memastikan efektivitas akomodasi.

7. Melakukan Evaluasi dan Penyesuaian Secara Berkala

Kebutuhan karyawan dapat berubah seiring waktu—baik karena perkembangan teknologi, perubahan peran, maupun kondisi kesehatan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi akomodasi secara berkala (misalnya setiap enam bulan), dan melibatkan karyawan dalam proses evaluasi tersebut.

Akomodasi kerja bukan sekadar fasilitas tambahan, tetapi representasi dari prinsip keadilan dan kesetaraan akses di tempat kerja. Perusahaan yang mengimplementasikan akomodasi secara tepat tidak hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga menunjukkan kepemimpinan dalam membangun budaya kerja yang inklusif, inovatif, dan sejahtera.

Mari bergabung bersama DNetwork dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih ramah bagi penyandang disabilitas, melalui program edukasi dan pendampingan dalam penerapan akomodasi kerja yang layak.

Bersama, kita wujudkan dunia kerja yang setara, adaptif, dan inklusif.

#InklusiDiTempatKerja #StrategiAkomodasi #DisabilityInclusion #DNetworkUntukPerusahaan

🌟 Hai Sobat DNetwork!

Apakah kamu sedang mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja? Kalau iya, ada dua bekal penting yang wajib kamu kuasai—terutama sebagai penyandang disabilitas. Dua bekal itu adalah hard skill dan soft skill. Mungkin kamu sudah pernah mendengarnya, tapi apakah kamu benar-benar memahami apa arti keduanya dan mengapa keduanya penting?

Mari kita bahas bersama.

Mengenal Hard Skill dan Soft Skill

Hard skill adalah kemampuan teknis yang bisa kamu pelajari melalui pelatihan, kursus, sekolah, atau pengalaman langsung. Hard skill biasanya berkaitan langsung dengan pekerjaan tertentu dan dapat diukur atau dibuktikan secara nyata. Misalnya, kemampuan mengetik cepat dan akurat, mengoperasikan komputer, menjahit, melakukan servis barang elektronik, desain grafis, akuntansi, hingga coding.

Dengan kata lain, hard skill adalah bukti bahwa kamu memiliki kompetensi teknis yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas tertentu di tempat kerja.

Sementara itu, soft skill adalah kemampuan non-teknis yang berkaitan dengan bagaimana kamu bersikap, berpikir, dan berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan ini mencakup cara kamu berkomunikasi, bekerja sama dalam tim, bersikap disiplin, berpikir positif, serta ketangguhan mental dalam menghadapi tekanan atau tantangan.

Berbeda dengan hard skill yang bisa diukur, soft skill lebih sulit dilihat secara langsung, tapi sangat terasa dampaknya dalam kehidupan kerja. Soft skill membuat kamu bisa bertumbuh, menyesuaikan diri, dan bekerja sama secara efektif dalam lingkungan kerja.

Mengapa Keduanya Penting?

Memiliki hard skill saja tidak cukup. Banyak orang memiliki keahlian teknis yang luar biasa, tetapi kesulitan berkembang karena tidak mampu bekerja sama, kurang percaya diri, atau tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Sebaliknya, memiliki soft skill saja juga belum cukup jika kamu belum memiliki keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan tertentu.

Inilah mengapa keseimbangan antara hard skill dan soft skill sangat penting. Keduanya saling melengkapi dan akan membentuk dirimu menjadi pribadi yang siap kerja dan siap berkembang. Hard skill membuatmu kompeten, dan soft skill membuatmu adaptif.

Belajar Teori Saja Tidak Cukup

Sebagai penyandang disabilitas, memahami teori saja tidak akan cukup. Kamu juga perlu mengalami langsung dunia kerja, karena banyak hal yang hanya bisa dipelajari melalui praktik. Ketika kamu masuk ke lingkungan kerja, kamu akan menghadapi berbagai situasi nyata yang mungkin belum pernah kamu alami sebelumnya.

Di tempat kerja, kamu bisa belajar mengatasi rasa minder. Jika selama ini kamu hanya berinteraksi dalam lingkungan sesama disabilitas—misalnya di sekolah atau komunitas—maka kamu mungkin akan merasa canggung atau kurang percaya diri saat memasuki dunia kerja. Dengan mengalami lingkungan kerja secara langsung, kamu akan terbiasa dan lebih kuat secara mental.

Selain itu, kamu akan belajar bagaimana cara berkomunikasi dengan rekan kerja atau atasan. Komunikasi di tempat kerja seringkali berbeda dibandingkan di lingkungan sosial biasa. Kamu akan belajar menjadi lebih profesional, menghargai waktu dan struktur, serta memahami budaya kerja.

Kamu juga akan menghadapi tantangan nyata—yang tidak bisa kamu dapatkan hanya dari simulasi atau pelatihan. Tantangan-tantangan inilah yang akan membentuk daya juang dan kemampuan beradaptasi. Dan kadang, dari proses itulah kamu justru menemukan potensi dirimu yang selama ini tersembunyi.

Mulai dari Langkah Kecil

Setelah memahami pentingnya keterampilan dan pengalaman langsung, kini saatnya melangkah maju. Kamu bisa mulai dengan mengikuti pelatihan kerja yang sesuai dengan minat dan bakatmu. Saat kamu memilih pelatihan yang sejalan dengan apa yang kamu sukai, proses belajar akan terasa menyenangkan dan lebih relevan. Entah itu teknologi, pelayanan pelanggan, kerajinan, atau seni, semua bisa menjadi awal dari jalan kariermu.

Selanjutnya, ambillah kesempatan magang, meskipun hanya sebentar. Magang adalah pintu masuk ke dunia profesional yang sesungguhnya. Kamu bisa mengenal ritme kerja, belajar tanggung jawab, dan berlatih bersosialisasi dengan rekan kerja dalam suasana yang sesungguhnya. Pengalaman ini akan sangat berharga, bahkan jika kamu masih dalam tahap belajar.

Kamu juga bisa mulai terlibat dalam komunitas dan jaringan profesional. Komunitas seperti DNetwork bukan hanya tempat berbagi informasi, tapi juga tempat bertumbuh bersama. Kamu bisa belajar dari mereka yang sudah lebih dulu menapaki jalan ini, menemukan mentor, atau bahkan mendapatkan informasi lowongan kerja dan pelatihan.

Yang paling penting, jangan menunggu sempurna untuk mulai. Bangun kariermu dari sekarang. Coba pekerjaan freelance, ikut proyek kecil, atau bantu kegiatan di komunitas. Jangan takut gagal, karena kegagalan bukanlah akhir, melainkan bagian dari proses pembelajaran.

Kamu Tidak Sendirian

DNetwork hadir untuk mendampingi setiap langkahmu. Kami percaya bahwa setiap penyandang disabilitas punya potensi untuk sukses, asalkan diberi kesempatan dan dukungan yang tepat. Dunia kerja yang inklusif adalah hak kita bersama.

📲 Temukan pelatihan, magang, dan informasi kerja terbaru di DNetwork.
💡 Mulailah dari yang kecil, dan percayalah bahwa setiap langkahmu berarti.

#DNetwork #DisabilitasBisaKerja #HardSkillSoftSkill #KarierInklusif #PelatihanDisabilitas #MagangDisabilitas #PeluangUntukSemua #InklusiItuNyata

Hai Sobat DNetwork!
Proses wawancara kerja yang inklusif bukan hanya soal menerima pelamar dari berbagai latar belakang, tapi juga memastikan setiap tahapnya adil dan aksesibel bagi penyandang disabilitas. Yuk, simak 6 tips berikut untuk menciptakan wawancara yang ramah dan setara:

1️⃣ Pahami Disabilitas dan Kebutuhan Aksesnya
Sebelum wawancara, cari tahu jenis disabilitas pelamar agar bisa menyesuaikan kebutuhan mereka — seperti akses kursi roda, pendamping, atau alat bantu komunikasi. Jika belum tahu, jangan ragu untuk bertanya langsung kepada pelamar.

2️⃣ Utamakan Kemampuan, Bukan Kondisi Fisik
Fokuslah pada kompetensi, pengalaman, dan potensi kerja pelamar. Jangan menilai berdasarkan kondisi fisiknya. Penyandang disabilitas memiliki kapasitas yang setara dengan pelamar lainnya jika diberi kesempatan yang adil.

3️⃣ Gunakan Media Komunikasi yang Aksesibel
Pastikan undangan wawancara dikirim melalui platform yang mudah diakses, dengan bahasa yang jelas dan tidak bertele-tele. Ini penting bagi pelamar dengan hambatan kognitif, sensorik, atau netra.

4️⃣ Siapkan Lokasi dan Fasilitas yang Ramah Akses
Tempat wawancara sebaiknya bebas hambatan — misalnya tanpa tangga, ada jalur kursi roda, guiding block, atau ruangan yang mudah dijangkau. Sediakan pendamping atau penerjemah jika dibutuhkan, terutama bagi pelamar Tuli atau Netra.

5️⃣ Diskusikan Secara Terbuka Jika Ada Kekhawatiran
Jika ada keraguan tentang bagaimana pelamar akan bekerja, bicarakan langsung dalam wawancara. Ini memberi kesempatan bagi pelamar untuk menjelaskan cara kerja mereka dan dukungan yang biasa mereka gunakan.

6️⃣ Uji Kemampuan Secara Langsung Jika Perlu
Bila masih ragu, berikan tes kerja singkat yang relevan untuk melihat langsung kemampuan pelamar. Pastikan tes tersebut juga bisa diakses dengan teknologi bantu jika diperlukan.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, proses wawancara kerja bisa menjadi lebih inklusif, adil, dan menghargai keberagaman.
Butuh dukungan lebih lanjut? Yuk, konsultasi dengan DNetwork! 💙

Halo Sobat DNetwork!

Pernah menemukan kalimat “memiliki kemampuan problem solving yang baik” tidak di lowongan pekerjaan? Apa sih sebenarnya problem solving dan bagaimana cara melakukannya? Mengapa problem solving begitu penting? Yuk kita bahas!

Problem solving atau penyelesaian masalah adalah kemampuan untuk menemukan solusi terbaik dalam suatu masalah dan mampu mengidentifikasi atau menemukan penyebab dari masalah tersebut.

Mengapa problem solving itu penting?

Dengan memiliki kemampuan problem solving, kamu dapat mengidentifikasi masalah, mencari tahu kenapa tidak berjalan sesuai dengan harapan, dan menentukan tindakan (solusi) untuk memperbaikinya. Pada akhirnya, sobat dapat mengontrol kehidupan jadi untuk menjadi lebih baik.

Kemampuan problem solving juga memungkinkan sobat untuk dapat memanfaatkan sebuah masalah menjadi peluang di kehidupan. Misalnya ketika di tempat kerja, kamu dan anggota tim sedang mengalami sebuah masalah. Kemudian, kamu berinisiatif dengan menawarkan diri untuk mencari solusi terbaik atas masalah tersebut. Nah, ketika kamu dapat menyelesaikannya, maka dirimu bisa dianggap sebagai seorang problem solver.

Problem solver adalah orang yang dianggap sebagai pemecah masalah atau orang yang dapat diandalkan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Sehingga akan berdampak positif bagi kinerja dan karier kamu.

4 langkah dasar untuk menyelesaikan masalah!

  1. Mencari tahu dan memahami masalah

Langkah pertama adalah sobat memahami situasi yang terjadi pada sebuah masalah, apakah hal tersebut benar-benar sebuah masalah. Tak jarang pada sebuah masalah, kamu lebih terpaku dengan gejalanya daripada masalah yang sebenarnya.

Misalnya, kamu dan tim tidak pernah bersemangat dalam bekerja sehingga target harian tidak tercapai, hal ini adalah gejala. Semangat rendah tidak terjadi dengan sendirinya. Masalah yang mendasarinya mungkin berupa lembur yang berat, kebosanan, atau manajemen tim yang buruk. Masalah inilah yang seharusnya diselesaikan.

  1. Menentukan akar masalah

Dalam mencari akar sebuah masalah, kamu dapat mencoba menggunakan konsep 5 why. 5 why adalah proses menganalisa masalah dengan teknik tanya-jawab sederhana sebanyak 5 kali untuk menyelidiki hubungan sebab-akibat yang menjadi akar dari suatu permasalahan.

  1. Mencari dan memilih solusi

Dengan saling berbagi pendapat terkait masalah yang dihadapi dapat menghasilkan beberapa solusi yang dibutuhkan. Selain itu, cari informasi sebanyak-banyaknya. Seperti bertanya kepada orang yang berpengalaman atau yang pernah memiliki masalah yang serupa.

  1. Menerapkan solusi dan evaluasi

Setelah menentukan solusi yang akan digunakan, tahap selanjutnya adalah menerapkan solusi tersebut ke dalam masalah.Selanjutnya, yaitu melakukan evaluasi dari solusi yang kamu terapkan. Dengan melakukan evaluasi, kamu bisa melihat seberapa efektif solusi tersebut, apakah bisa diterapkan pada semua masalah atau tidak.

Selain itu, dengan melakukan evaluasi kamu akan bisa mengatur strategi problem solving selanjutnya untuk permasalahan yang serupa.

 

Nah, dengan mengetahui definisi serta langkah-langkah untuk melakukan problem solving, sobat bisa mulai mempraktekannya dimulai dari kehidupan sehari-hari ya!

 

Sumber:

  • ASQ.org (2021). What Is Problem Solving?.https://asq.org/quality-resources/problem-solving#Process [Daring]. (Diakses, 3 Mei 2021)

  • Hall, John (2019). 6 Techniques to Better Your Problem-Solving Skills. https://www.inc.com/john-hall/6-techniques-to-better-your-problem-solving-skills.html [Daring]. (Diakses, 4 Mei 2021)

 

Pernah mendengar kata-kata "berpikir kritis"? Apa itu
berpikir kritis dan bagaimana caranya?

Berpikir kritis itu kemampuan kamu untuk bertanya,
melakukan analisa, menilai, dan mengartikan hal-hal
yang kamu dengar, baca, katakan, atau tulis.

Trus gimana caranya?
1. Bertanya
Tanyakan apakah informasi yang kamu dapat itu benar
atau tidak?


2. Analisa
Caritau hal hal apa yang ada di dalam informasi
tersebut.

3. Kenali
Kenali informasi yang kamu terima, ketahui hal apa
yang kurang masuk akal dalam informasi tersebut.

4. Gunakan Logika
Gunakan kemampuan berpikir kamu untuk mengetaui
bukti bukti kebenaran untuk membantu penilaian kamu
terhadap informasi yang kamu dapatkan.

Hal ini penting untuk temen-temen biar ga terlanjur
percaya dan ga ikut-ikutan menyebarkan berita yang
tidak benar loh! Ayo belajar berpikir kritis mulai dari
sekarang!

Sumber: monash.edu

Apakah kamu pernah diberikan pertanyaan "Apa yang kamu inginkan dari bekerja di perusahaan ini?" saat wawancara pekerjaan?

Apakah kamu tipe orang yang hanya menjawab "Gaji"?

Jangan lupa, kamu juga bisa menjawab hal-hal ini selain "Gaji".

1. Pengalaman.
Kamu bisa memberikan pengalaman kamu dari tempat kerja sebelumnya yang sesuai dengan tugas kamu di perusahaan yang sedang kamu lamar. Selain itu kamu juga bisa mendapat pengalaman baru dari tempat kerja yang sedang kamu lamar.

2. Relasi atau Koneksi.
Kamu bisa menawarkan untuk menghubungkan orang-orang yang kamu tau ke perusahaan yang sedang kamu lamar, selain menambah hubungan baru dengan orang-orang baru.

3. Sudut Pandang.
Ingat, cara kamu berpikir atau melihat sesuatu itu berbeda dengan orang lain. Jadi, sudut pandang bisa kamu tawarkan, karena sudut pandang yang beragam sangat diperlukan terutama untuk memberikan ide kreatif saat bekerja dalam kelompok.

Karya oleh Asep Yusuf

 

Dalam sebuah kesempatan saya menghadiri sebuah acara seminar "Penguatan Mental Disabilitas" yang digagas oleh sebuah Non Governmental Organization (NGO) yang konsern pada isu tentang disabilitas.

Saat itu saya sangat merasa beruntung karena diacara tersebut saya banyak tau tentang apa saja "Kegelisahan " yang seringkali dihadapi oleh disabilitas dalam kehidupan baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Berikut ini adalah hal paling dasar yang berhasil dirangkum dari kegelisahan teman Penyandang Disabilitas adalah rindu akan terciptanya kesetaraan. Hal ini yang sangat ingin dicari solusinya. 

 

Lantas bagaimana, apakah mungkin ada solusinya atau hanya akan terus menjadi mimpi tanpa akhir?

Diskriminasi dan kesetaraan mungkin jadi isu yang akan terus bergulir, terus dibahas dan terus dicari solusinya dari berbagai aspek, menurut masing-masing orang berdasarkan pengalamannya masing-masing dan tentu solusinya menjadi sangat bersifat subjektif.

Namun ada point penting yang saya dapatkan dari seminar yang saya ikuti kali ini, dimana semua pembicara pada akhirnya menemukan titik pijakan yang sama sebagai solusi terbaik untuk  kegelisahan di atas.

 

Solusinya adalah memperkuat mental dan memandang perbedaan fisik sebagai hal yang biasa (berdamai dengan diri sendiri)

Mental yang kuat adalah tonggak awal kita mampu melakukan banyak hal dalam kehidupan, dengan mental yang kuat apapun tantangan yang di hadapi dalam hidup pasti akan mampu dilalui.

Saya teringat pengalaman dari seorang teman Penyandang Spinal Cord Injury (cedera saraf tulang belakang) bernama Yessi, akibat sebuah kecelakaan, menjadikan Yessi kehilangan kemampuan untuk berjalan, dan menjadikanya harus melalui hidup dengan menggunakan kursi roda.

Pada awalnya mungkin Yessi berfikir seperti halnya disabilitas lain, bahwa kini semua harapan dalam hidupnya hilang, sebelum pada akhirnya berkat support dari keluarga dan lingkungan menjadikan dia memperoleh pencerahan, Yessi mulai berfikir "Saya harus bangkit, harus berhasil dan mampu mengisi hidup, mempergunakan  usia yang diberikan Tuhan untuk membuat sesuatu yang bernilai." Akhirnya dengan perjalanan waktu Yessi berhasil menjadi pengusaha makanan dengan merk Kukebi, saat ini Yessi menjadi sosok inspirasif bagi banyak orang, khususnya menjadi role model di antara teman disabilitas untuk bermental kuat.

 

Banyak dari kita kagum melihat prestasi dan kemampuan orang lain yang berhasil dalam hidupnya, tanpa mengetahui apa yang membuatnya berhasil.

Yang Yessi lakukan, keberhasilan yang dia raih saat ini adalah sebuah contoh konkret bahwa mental yang kuat menjadikan seseorang mampu melakukan banyak hal dan menjadikannya  setara, bahkan melebihi apa yang mampu dicapai orang lain.

Point kedua, memandang perbedaan fisik sebagai hal yang biasa atau mampu berdamai dengan diri juga adalah solusi.

Ada orang terlahir dengan warna kulit berbeda, bentuk wajah berbeda, tinggi badan berbeda, dan tentu hal itu kita anggap sebagai hal yang lumrah saja. Kemudian mengapa saat kita terlahir menjadi disabilitas atau karena sebuah peristiwa, kemudian kita menjadi seorang Penyandang Disabilitas menjadikan kita merasa berbeda? Padahal memang manusia sejatinya secara fisik pasti berbeda.

 

Manusia dibekali Tuhan dengan banyak kemampuan, yang kadang melebihi kemampuan fisiknya.

Bukankah Steven Hawking seorang ilmuwan kelas dunia, pun juga adalah seorang disabilitas? Bukankah Mozart yang terkenal sebagai komposer kelas dunia juga adalah seorang disabilitas?

Apa yang membuat mereka mampu membuat sesuatu yang Fenomenal melebihi kemampuan fisiknya?

Jawabannya karena mereka tau, ada banyak potensi di dirinya yang bisa membuat mereka sukses, mereka selalu berfikir "Tak ada yang berbeda dari diri ku, yang membedakan aku dan kamu hanyalah dari apa yang mampu ku buat dalam hidup."

Dari dua contoh di atas nyatalah bahwa mental yang kuat, dan kemampuan berdamai dengan diri adalah tonggak kesetaraan.

Setidaknya kita sendiri mampu menciptakan kesetaraan di titik paling awal yaitu kesetaraan yang kita ciptakan untuk diri sendiri, sehingga pada akhirnya kita akan mampu mandiri, dan tak akan ada lagi yang berkata, "Mengapa saya berbeda?".