🌟 Hai Sobat DNetwork!

Apakah kamu sedang mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja? Kalau iya, ada dua bekal penting yang wajib kamu kuasai—terutama sebagai penyandang disabilitas. Dua bekal itu adalah hard skill dan soft skill. Mungkin kamu sudah pernah mendengarnya, tapi apakah kamu benar-benar memahami apa arti keduanya dan mengapa keduanya penting?

Mari kita bahas bersama.

Mengenal Hard Skill dan Soft Skill

Hard skill adalah kemampuan teknis yang bisa kamu pelajari melalui pelatihan, kursus, sekolah, atau pengalaman langsung. Hard skill biasanya berkaitan langsung dengan pekerjaan tertentu dan dapat diukur atau dibuktikan secara nyata. Misalnya, kemampuan mengetik cepat dan akurat, mengoperasikan komputer, menjahit, melakukan servis barang elektronik, desain grafis, akuntansi, hingga coding.

Dengan kata lain, hard skill adalah bukti bahwa kamu memiliki kompetensi teknis yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas tertentu di tempat kerja.

Sementara itu, soft skill adalah kemampuan non-teknis yang berkaitan dengan bagaimana kamu bersikap, berpikir, dan berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan ini mencakup cara kamu berkomunikasi, bekerja sama dalam tim, bersikap disiplin, berpikir positif, serta ketangguhan mental dalam menghadapi tekanan atau tantangan.

Berbeda dengan hard skill yang bisa diukur, soft skill lebih sulit dilihat secara langsung, tapi sangat terasa dampaknya dalam kehidupan kerja. Soft skill membuat kamu bisa bertumbuh, menyesuaikan diri, dan bekerja sama secara efektif dalam lingkungan kerja.

Mengapa Keduanya Penting?

Memiliki hard skill saja tidak cukup. Banyak orang memiliki keahlian teknis yang luar biasa, tetapi kesulitan berkembang karena tidak mampu bekerja sama, kurang percaya diri, atau tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Sebaliknya, memiliki soft skill saja juga belum cukup jika kamu belum memiliki keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan tertentu.

Inilah mengapa keseimbangan antara hard skill dan soft skill sangat penting. Keduanya saling melengkapi dan akan membentuk dirimu menjadi pribadi yang siap kerja dan siap berkembang. Hard skill membuatmu kompeten, dan soft skill membuatmu adaptif.

Belajar Teori Saja Tidak Cukup

Sebagai penyandang disabilitas, memahami teori saja tidak akan cukup. Kamu juga perlu mengalami langsung dunia kerja, karena banyak hal yang hanya bisa dipelajari melalui praktik. Ketika kamu masuk ke lingkungan kerja, kamu akan menghadapi berbagai situasi nyata yang mungkin belum pernah kamu alami sebelumnya.

Di tempat kerja, kamu bisa belajar mengatasi rasa minder. Jika selama ini kamu hanya berinteraksi dalam lingkungan sesama disabilitas—misalnya di sekolah atau komunitas—maka kamu mungkin akan merasa canggung atau kurang percaya diri saat memasuki dunia kerja. Dengan mengalami lingkungan kerja secara langsung, kamu akan terbiasa dan lebih kuat secara mental.

Selain itu, kamu akan belajar bagaimana cara berkomunikasi dengan rekan kerja atau atasan. Komunikasi di tempat kerja seringkali berbeda dibandingkan di lingkungan sosial biasa. Kamu akan belajar menjadi lebih profesional, menghargai waktu dan struktur, serta memahami budaya kerja.

Kamu juga akan menghadapi tantangan nyata—yang tidak bisa kamu dapatkan hanya dari simulasi atau pelatihan. Tantangan-tantangan inilah yang akan membentuk daya juang dan kemampuan beradaptasi. Dan kadang, dari proses itulah kamu justru menemukan potensi dirimu yang selama ini tersembunyi.

Mulai dari Langkah Kecil

Setelah memahami pentingnya keterampilan dan pengalaman langsung, kini saatnya melangkah maju. Kamu bisa mulai dengan mengikuti pelatihan kerja yang sesuai dengan minat dan bakatmu. Saat kamu memilih pelatihan yang sejalan dengan apa yang kamu sukai, proses belajar akan terasa menyenangkan dan lebih relevan. Entah itu teknologi, pelayanan pelanggan, kerajinan, atau seni, semua bisa menjadi awal dari jalan kariermu.

Selanjutnya, ambillah kesempatan magang, meskipun hanya sebentar. Magang adalah pintu masuk ke dunia profesional yang sesungguhnya. Kamu bisa mengenal ritme kerja, belajar tanggung jawab, dan berlatih bersosialisasi dengan rekan kerja dalam suasana yang sesungguhnya. Pengalaman ini akan sangat berharga, bahkan jika kamu masih dalam tahap belajar.

Kamu juga bisa mulai terlibat dalam komunitas dan jaringan profesional. Komunitas seperti DNetwork bukan hanya tempat berbagi informasi, tapi juga tempat bertumbuh bersama. Kamu bisa belajar dari mereka yang sudah lebih dulu menapaki jalan ini, menemukan mentor, atau bahkan mendapatkan informasi lowongan kerja dan pelatihan.

Yang paling penting, jangan menunggu sempurna untuk mulai. Bangun kariermu dari sekarang. Coba pekerjaan freelance, ikut proyek kecil, atau bantu kegiatan di komunitas. Jangan takut gagal, karena kegagalan bukanlah akhir, melainkan bagian dari proses pembelajaran.

Kamu Tidak Sendirian

DNetwork hadir untuk mendampingi setiap langkahmu. Kami percaya bahwa setiap penyandang disabilitas punya potensi untuk sukses, asalkan diberi kesempatan dan dukungan yang tepat. Dunia kerja yang inklusif adalah hak kita bersama.

📲 Temukan pelatihan, magang, dan informasi kerja terbaru di DNetwork.
💡 Mulailah dari yang kecil, dan percayalah bahwa setiap langkahmu berarti.

#DNetwork #DisabilitasBisaKerja #HardSkillSoftSkill #KarierInklusif #PelatihanDisabilitas #MagangDisabilitas #PeluangUntukSemua #InklusiItuNyata

Hai Sobat DNetwork!
Proses wawancara kerja yang inklusif bukan hanya soal menerima pelamar dari berbagai latar belakang, tapi juga memastikan setiap tahapnya adil dan aksesibel bagi penyandang disabilitas. Yuk, simak 6 tips berikut untuk menciptakan wawancara yang ramah dan setara:

1️⃣ Pahami Disabilitas dan Kebutuhan Aksesnya
Sebelum wawancara, cari tahu jenis disabilitas pelamar agar bisa menyesuaikan kebutuhan mereka — seperti akses kursi roda, pendamping, atau alat bantu komunikasi. Jika belum tahu, jangan ragu untuk bertanya langsung kepada pelamar.

2️⃣ Utamakan Kemampuan, Bukan Kondisi Fisik
Fokuslah pada kompetensi, pengalaman, dan potensi kerja pelamar. Jangan menilai berdasarkan kondisi fisiknya. Penyandang disabilitas memiliki kapasitas yang setara dengan pelamar lainnya jika diberi kesempatan yang adil.

3️⃣ Gunakan Media Komunikasi yang Aksesibel
Pastikan undangan wawancara dikirim melalui platform yang mudah diakses, dengan bahasa yang jelas dan tidak bertele-tele. Ini penting bagi pelamar dengan hambatan kognitif, sensorik, atau netra.

4️⃣ Siapkan Lokasi dan Fasilitas yang Ramah Akses
Tempat wawancara sebaiknya bebas hambatan — misalnya tanpa tangga, ada jalur kursi roda, guiding block, atau ruangan yang mudah dijangkau. Sediakan pendamping atau penerjemah jika dibutuhkan, terutama bagi pelamar Tuli atau Netra.

5️⃣ Diskusikan Secara Terbuka Jika Ada Kekhawatiran
Jika ada keraguan tentang bagaimana pelamar akan bekerja, bicarakan langsung dalam wawancara. Ini memberi kesempatan bagi pelamar untuk menjelaskan cara kerja mereka dan dukungan yang biasa mereka gunakan.

6️⃣ Uji Kemampuan Secara Langsung Jika Perlu
Bila masih ragu, berikan tes kerja singkat yang relevan untuk melihat langsung kemampuan pelamar. Pastikan tes tersebut juga bisa diakses dengan teknologi bantu jika diperlukan.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, proses wawancara kerja bisa menjadi lebih inklusif, adil, dan menghargai keberagaman.
Butuh dukungan lebih lanjut? Yuk, konsultasi dengan DNetwork! 💙

 

Halo sobat DNetwork!

Wawancara kerja itu penting. Bisa jadi penentu kamu diterima kerja atau tidak.

CV dan surat lamaran memang penting. Tapi, cara kamu menjawab saat wawancara juga sangat penting. Di wawancara, perusahaan ingin tahu:

  • Siapa kamu?

  • Bisa komunikasi atau tidak?

  • Siap kerja atau belum?

Untuk teman disabilitas, wawancara bisa terasa sulit. Tapi jangan takut. Kalau kamu siap dan percaya diri, kamu bisa!

Berikut tips wawancara kerja yang mudah dipahami:


1. Ikut Pelatihan Wawancara

Ikut pelatihan bisa bantu kamu lebih siap. Banyak pelatihan untuk disabilitas, termasuk dari DNetwork. Di pelatihan, kamu bisa belajar:

  • Cara jawab pertanyaan

  • Latihan percaya diri

  • Simulasi wawancara


2. Latihan Jawab Pertanyaan

Beberapa pertanyaan sering ditanya saat wawancara. Contoh:

  • “Ceritakan tentang diri kamu.”

  • “Apa kelebihan dan kekurangan kamu?”

  • “Kenapa ingin kerja di sini?”

Latihan jawab ini agar kamu tidak bingung. Jawab singkat, jelas, dan yakin.


3. Pakai Baju Rapi

Penampilan itu penting. Pakai baju formal dan bersih. Ini tanda kamu serius dan menghargai wawancara.


4. Percaya Diri

Saat wawancara, coba tetap tenang. Kalau gugup, tarik napas dalam-dalam. Ingat: kamu juga menilai perusahaan, bukan hanya mereka menilai kamu.


5. Fokus pada Kemampuan

Kamu disabilitas? Tidak apa-apa! Jangan minder. Yang penting:

  • Kamu punya kemampuan

  • Kamu punya semangat kerja

  • Kamu bisa kontribusi

Bicarakan keahlian, bukan kondisi.


6. Ceritakan Pengalaman

Gunakan waktu wawancara untuk cerita:

  • Kamu pernah kerja di mana?

  • Ikut pelatihan apa?

  • Pernah buat proyek apa?

Cerita ini bisa bantu HRD melihat kemampuan kamu.


7. Jelaskan Cara Kamu Bekerja

Kalau HRD belum tahu disabilitas kamu, tidak apa-apa, kamu bisa jelaskan:

  • Kamu kerja seperti apa?

  • Kamu pakai alat bantu apa? (misalnya: screen reader, tongkat, kursi roda)

Ini penting agar perusahaan tahu cara mendukung kamu.


Kesimpulan

Wawancara kerja bisa sulit. Tapi ini juga kesempatan. Tunjukkan:

  • Kamu siap

  • Kamu percaya diri

  • Kamu punya kemampuan

Kamu punya potensi besar. Jangan takut! Terus belajar dan ambil peluang yang ada.


Gabung DNetwork yuk!
DNetwork punya program:

  • Pelatihan wawancara

  • Konsultasi CV

  • Info lowongan kerja untuk disabilitas


Kalau kamu mau, aku juga bisa bantu bikin versi video dengan subtitle sederhana atau bahasa isyarat. Mau dicoba?

Hai Sobat DNetwork! 👋 Pernahkah kalian berpikir, apakah informasi lowongan kerja yang kita bagikan sudah inklusif untuk semua orang? Jangan sampai ada yang terlewat kesempatan hanya karena mereka tidak bisa mengakses informasi tersebut. Salah satu kelompok yang sering kali terlewat adalah penyandang disabilitas. Padahal, mereka juga berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam dunia kerja. Nah, gimana caranya agar informasi lowongan kita bisa diakses oleh semua orang? Yuk, simak tips berikut!

  1. Membangkitkan Kesadaran: Semua Punya Hak yang Sama
    Penting banget untuk kita sadari, bahwa setiap orang, tanpa terkecuali, punya hak yang sama untuk mendapatkan informasi dan kesempatan. Penyandang disabilitas juga berhak tahu tentang lowongan kerja yang ada. Kita perlu memastikan informasi yang kita buat bisa diakses oleh mereka.
  2. Cek Apakah Semua Orang Bisa Mengakses Informasi
    Sebelum kita sebarkan informasi lowongan kerja, pastikan dulu apakah informasi tersebut bisa diakses dengan mudah oleh semua orang, termasuk penyandang disabilitas. Kalau ada yang terhambat, kita bisa cari solusi biar lebih inklusif.
  3. Cari Tahu Bagaimana Penyandang Disabilitas Mengakses Informasi
    Penyandang disabilitas mungkin menghadapi tantangan tertentu dalam mengakses informasi. Untuk itu, coba tanya langsung ke Penyandang Disabilitas langsung atau organisasi penyandang disabilitas seperti DNetwork. Maka sobat akan mendapatkan panduan tentang bagaimana cara terbaik agar informasi bisa diakses oleh teman-teman disabilitas.
  4. Gunakan Kalimat yang Sederhana dan Mudah Dipahami
    Saat menulis konten lowongan kerja, usahakan menggunakan kalimat yang sederhana, jelas, dan mudah dipahami. Jangan pakai kata-kata yang terlalu panjang atau sulit dimengerti, supaya teman-teman yang kesulitan memahami teks tetap bisa mendapatkan informasi dengan mudah.
  5. Tambahkan Infografis atau Isyarat untuk Teman Tuli
    Kalau memungkinkan, kita bisa menambahkan elemen visual seperti infografis atau gambar dengan isyarat (seperti bahasa isyarat) di dalam konten. Ini akan membantu teman-teman tuli memahami informasi dengan lebih baik.
  6. Pastikan Poster Lowongan Bisa Diakses oleh Teman Netra
    Selain teks, poster atau gambar mengenai lowongan kerja juga harus bisa diakses oleh teman-teman netra. Pastikan tulisan di poster atau gambar dapat dibaca dengan pembaca layar (screen reader) dan gambar yang ada memiliki deskripsi yang jelas.
  7. Website Ramah Akses untuk Semua Orang
    Jika informasi lowongan ada di website, pastikan ada fitur yang memungkinkan orang dengan gangguan penglihatan untuk menyesuaikan tampilan. Misalnya, fitur untuk memperbesar ukuran teks atau mengubah kontras agar lebih mudah dibaca. Kalau bisa, gunakan warna cerah di huruf-huruf penting agar lebih mudah terlihat oleh teman-teman dengan kondisi low vision atau lemah penglihatan.
  8. Formulir Lamaran yang Sederhana dan Jelas
    Hindari membuat formulir lamaran yang terlalu panjang dan rumit. Buatlah form yang sederhana dan mudah dimengerti. Teman-teman dengan hambatan dalam memahami isi pertanyaan pasti akan lebih mudah mengisi formulir yang ringkas dan jelas.
  9. Pastikan Formulir Aksesibel untuk Semua Orang
    Selain sederhana, pastikan formulir lamaran yang kita buat bisa diakses oleh semua orang, termasuk pengguna pembaca layar. Ini akan memastikan semua orang bisa melamar pekerjaan tanpa hambatan.
  10. Bertanya Jika Ragu
    Jika kita merasa ragu apakah informasi lowongan yang kita buat sudah benar-benar inklusif dan dapat diakses oleh semua orang, jangan ragu untuk bertanya kepada penyandang disabilitas atau organisasi penyandang disabilitas seperti DNetwork. Maka sobat akan mendapatkan informasi ataupun masukan sebelum informasi tersebut dipublikasikan.



Dengan sedikit perhatian dan usaha, kita bisa menciptakan dunia kerja yang lebih inklusif dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang. Jadi, ayo mulai membuat informasi lowongan yang bisa diakses oleh semua orang, termasuk teman-teman penyandang disabilitas! 🌟


Silakan bergabung bersama DNetwork agar lowongan sobat semakin inklusif.

Banyak Gedung-gedung di Provinsi Bali yang tidak ramah terhadapt orang-orang dengan disabilitas, bahkan Gedung-gedung publik yang dimiliki oleh pemerintah pun juga banyak yang tidak aksesibel terhadap orang-orang dengan disabilitas. Seharusnya Gedung-gedung publik memiliki kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam Gedung yang meliputi fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman untuk orang-orang dengan disabilitas.

Fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman untuk orang-orang dengan disabilitas diantaranya seperti guiding blok atau jalur pemandu yang membantu orang-orang dengan disabilitas sensorik netra berpindah tempat ke, dari, dan di dalam Gedung, Ram atau bidang miring yang membantu pengguna kursi roda dalam berpindah ke tempat yang lebih tinggi atau tempat yang lebih rendah.

Fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman untuk orang-orang dengan disabilitas sudah diatur dalam Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas pada bagian infrastruktur. Bahkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah diwajibkan mencantumkan fasilitas yang mudah diakses oleh orang-orang dengan disabilitas sebagai salah satu syarat dalam permohonan izin pembangunan Gedung.

Selain itu Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas juga mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melakukan audit terhadap ketersediaan fasilitas aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyamann bagi orang-orang dengan disabilitas pada setiap bangunan Gedung dimana pemeriksaan kelayakan fungsi terhadap ketersediaan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman terhadapt orang-orang dengan disabilitas ini menjadi salah satu syarat penerbitan dan perpanjangan izin sertivikat layak fungsi bangunan Gedung.

Bagi pemilik dan/atau pengelola Gedung yang tidak memenuhi syarat tersebut dapat diberikan sanksi administrasi seperti sanksi tertulis, pembatasan kegiatan pembangunan, penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan Gedung, pembekuan permohonan izin pembangunan Gedung, pencabutan sertivikat layak fungsi bangunan, dan bahkan perintah pembongkaran Gedung.

Aturan terkait fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman terhadap orang-orang dengan disabilitas tidak hanya dimuat pada Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas saja, namun jauh sebelum itu sudah ada Perundang-undangan yang mengatur fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman terhadap orang-orang dengan disabilitas dalam bangunan Gedung.

Seperti Undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dimana dinyatakan pada Pasal 27 ayat (2), pasal 31 ayat (1), dan pasal 31 ayat (2) bangunan gedung hendaknya memiliki kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung yang meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman untuk orang-orang dengan disabilitas termasuk fasilitas lainnya dalam bangunan gedung serta lingkungannya dan menjadi keharusan bagi setiap bangunan Gedung kecuali rumah tinggal.

Setelah Undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang mengharuskan setiap gedung memiliki fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman terhadap orang-orang dengan disabilitas. 3 tahun kemudian terbit Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang lebih lanjut mengatur tentang persyaratan teknis bangunan gedung yang aksesibel terhadap orang-orang dengan disabilitas dimana pada Pasal 8 ayat (3), pasal 31, pasal 54, pasal 55, pasal 60 menyatakan Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan Gedung yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan terhadap orang-orang dengan disabilitas dalam hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan. Gedung yang harus mempertimbangkan tersedianya hubungan horizontal dan vertikal antarruang dalam bangunan gedung, akses evakuasi, termasuk bagi orang-orang dengan disabilitas yang meliputi tempat parkir, telepon umum, jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi orang-orang dengan disabilitas.

Bali juga sudah memiliki aturan terkait fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman terhadap orang dengan disabilitas yaitu dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 9 tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas pada pasal 76, Pasal 77, dan Pasal 78 yang menyebutkan Gubernur memfasilitasi terwujudnya aksesibilitas penggunaan fasilitas umum bagi orang-orang dengan disabilitas meliputi bangunan umum, jalanan umum, angkutan umum dan pertamanan yang harus memenuhi prinsip kemudahan, keamanan/keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kemandirian dalam hal menuju, mencapai, memasuki dan memanfaatkan fasilitas umum.

Bahkan akomodasi yang layak juga harus disediakan. Lebih lanjut peraturan terkait fasilitas dan aksesibilitas terhaddap orang-orang dengan disabilitas di Gedung publik ini diatur dalam Peraturan Gubernur Bali nomor 44 tahun 2018 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas pada Pasal 35 huruf a, Pasal 36 Ayat (1), Pasal 36 Ayat (2), dan Pasal 36 Ayat (3) yang mewajibkan bangunan umum menyediakan fasilitas fisik meliputi ram, lift, handrail, dinding pengaman untuk gedung bertingkat, pintu masuk, toilet, stop kontak, wastapel, kursi dan meja, areal parkir khusus, dan telepon. Untuk fasilitas nonfisik meliputi teks berjalan, gambar atau tanda pemandu baik audio maupun visual, jaringan internet, pendamping/pemandu, penerjemah Bahasa lisan maupun isyarat, buku bicara, informasi dalam bentuk huruf Braile dan screen reader portable.

Aturan terkait fasilitas dan aksesibilitas yang ramah terhadap orang-orang dengan disabilitas sudah tersedia dari tingkatan Undang-undang sampai tingkat Peraturan Gubernur bali, namun sampai saat ini nampaknya tidak terealisasi dengan baik. Bahkan sanksi kepada pemilik atau pengelola bangunan publik yang tidak menaati ketentuan terkait fasilitas dan aksesibilitas yang ramah terhadap orang-orang dengan disabilitas sebagai teguran pun tidak jelas adanya.

Jika pun ada Gedung publik yang menyediakan fasilitas yang aksesibel terhadap orang-orang dengan disabilitas cukup banyak yang tidak sesuai. Seperti lift dimana tombol depannya tersedia huruf braile namun di dalam lift tombolnya layar sentuh yang tidak tersedia pembaca layar serta ram dimana kemiringannya terlalu miring yang membahayakan pengguna kursi roda untuk mengaksesnya secara mandiri. Perlu ketegasan dari Pemerintah untuk menegakkan fasilitas dan aksesibilitas yang ramah terhadap orang-orang dengan disabilitas agar memudahkan serta memberikan akses yang layak kepada semua orang, tidak hanya pencitraan belaka.

Tentang penulis: Ida Bagus Surya Manuaba, seorang teman Netra yang berasal dari Bali, Indonesia.

Halo perkenalkan saya Harisandy, menjadi seorang difabel penglihatan sejak usia 8 tahun yang membuat kehidupan saya sangat berubah setelah perlahan jendela penglihatan saya tanpa sebab yang pasti memudar seiring berjalannya waktu. Saat pertama kali saya menyadari kondisi yang saya alami belum ada hal yang terpikirkan tentang apa yang bisa saya lakukan selain hanya merasa takut dan minder karena tidak bisa bermain bersama teman-teman lagi pada masa itu. Namun praduga itu tidak sepenuhnya benar karena nampaknya saya masih bisa melanjutkan hari-hari saya walau tanpa penglihatan meski saya banyak kehilangan teman karena sempat berhenti sekolah yang membuat saya tidak lagi bisa bertemu dan bermain bersama mereka.

12 tahun saya menghabiskan waktu bersekolah di sekolah khusus atau yang lebih dikenal dengan istilah SLB di sinilah babak baru kehidupan saya terbentuk, banyak pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan sehingga hari-hari saya tidak lagi menjadi sepi. Berbagai macam keterampilan saya dapatkan yang bisa saya gunakan dalam kehidupan saya sebagai seorang difabel yang menjadikan saya hampir tidak berbeda dengan mereka yang bukan difabel.

Perlahan tapi pasti saya kembali mendapatkan kepercayaan diri yang sempat hilang terlebih banyak ajang kejuaraan yang sempat saya ikuti dari bangku SD sampai SMA membuat semangat dalam diri kembali menyala. Hal yang tidak saya sadari dan ternyata sangat penting saat duduk di bangku SMA ialah keterampilan komputer dengan program screen reader yang pada saat itu hanya saya pergunakan untuk belajar membuat E-Mail dan mengakses sosial media lambat laun setelah saya dalami ternyata banyak hal yang bisa saya lakukan dan akses dengan keterampilan komputer.

Berbekal kemampuan penguasaan komputer yang saya dapatkan itulah akhirnya saya bisa melanjutkan jenjang pendidikan saya ke sarjana yang mulai tahap pendaftaran hingga perkuliahan dapat saya akses secara mandiri. Puncak dimana saya benar-benar merasa bahwa kondisi difabel yang saya alami sama sekali tidak berpengaruh besar dalam perjalanan hidup saya saat bertemu dengan teman-teman yang sangat banyak memberikan saya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan tanpa melihat kondisi kedisabilitasan yang saya alami.

Sekali kayuh dua buah pulau terlampaui mungkin pepatah itu sesuai dengan apa yang terjadi setelah saya berhasil menyelesaikan studi di jenjang S1 dengan tepat waktu saya juga berhasil melanjutkan studi pada jenjang magister dan berhasil menylesaikan S2 saya dengan predikat cumlaud. Lingkungan yang sangat positif selama saya berada di kampus sangat merubah hidup saya untuk jauh lebih baik secara individu maupun sosial.

Memasuki Dunia Kerja

Pada Akhir tahun 2019 melalui sebaran yang saya dapatkan dari sosial media diberitakan bahwa ada pembukaan untuk melamar CPNS dan banyak dari lulusan yang sesuai dengan ijasah terakhir saya dalam formasi CPNS yang dicari waktu itu, tanpa berpikir panjang saya langsung mencoba mendaftar. Dalam benak saya saat itu saya hanya ingin mencoba terlepas nantinya akan berhasil atau tidak yang saya lakukan hanya berusaha mengikuti setiap prosesnya. Seluruh berkas yang diminta satu persatu saya lengkapi dan di sini lagi-lagi saya merasa bersyukur karena kemampuan penguasaan komputer yang saya miliki sangat membantu saya sebagai seorang difabel penglihatan walau ada beberapa hal kecil yang masih perlu dibantu oleh teman yang non-difabel.

Saat seleksi administrasi yang saya ikuti diawal pendaftaran ada salah satu perintah untuk upload surat lamaran ke instansi yang saya tuju dan format surat harus ditulis dengan tangan pada kertas folio tahap inilah yang sedikit membuat saya terkendala karena tidak memungkinkan untuk saya menulis secara mandiri untungnya waktu itu ada seorang teman yang bersedia membantu dan hal ini sudah sempat saya sampaikan kepada instansi terkait kalau saya sebagai seorang difabel penglihatan tidak memungkinkan menulis di atas kertas terlebih harus menulis dengan struktur yang baik dan benar.

Setelah berkas semua lengkap akhirnya saya bisa mengirim seluruh berkas yang diminta dengan lancar dan tinggal menunggu hasil pengumuman. Waktu itu tidak seberapa lama pengumuman hasil seleksi administasi keluar dan syukurnya saya lulus tahap administrasi sebelum nantinya harus melalui tahap selanjutnya yaitu sleksi kompetensi dasar (SKD) dan sleksi kompetensi bidang (SKB), sembari menunggu saya sambil menyelsaikan tesis karena ketika saya mengikuti sleksi CPNS saya masih terdaftar sebagai mahasiswa pasca sarjana di smester 4.

Akhirnya menjelang pertengahan tahun 2020 jadual SKD pun keluar dan sleksi harus diikuti secara offline dengan seluruh fasilitas yang sudah disediakan oleh panitia, dan betapa terkejutnya saya saat berhadapan dengan komputer yang disediakan oleh panitia sebagai alat untuk mengerjakan test karena screen reader yang digunakan nampaknya tidak sama sekali familiar untuk digunakan para difabel pengliahtan yang saya kenal selama ini terlebih tanpa adanya sosialisasi atau uji coba pemakaiann membuat saya merasa pasrah saat mengerjakan test tersebut.

Setelah soal berhasil saya kerjakan semua dengan meminta sedikit waktu tambhan kepada panitia yang memang menjadi hak para pelamar dengan disabilitas diluar dugaan nilai saya cukup untuk melaju ke tahap SKB. Dengan pengalaman SKD saat sleksi SKB saya bisa lebih siap dan tanpa hambatan berarti saya berhasil menylesaikan tahap terakhir dengan baik, dan kini saya telah terdaftar resmi sebagai ASN DISDIKPORA PEMPROV Bali dengan penempatan unit kerja SLB Negeri 1 Badung.

Inklusi di Dunia Kerja

Saat pertamakalinya saya masuk kerja suasana kantor masih sangat sepi hal tersebut tidak terlepas dari protokol kesehatan yang berlaku pada waktu itu karena adanya pandemi covid-19 yang melanda dunia dan mengharuskan semua orang untuk beraktifitas dari rumah. Saat itu saya bersama dua orang teman yang juga sama-sama menjadi CPNS baru ditahun 2021 mendapat kesempatan untuk mengenal lingkungan sekitar sekolah tempat kami bekerja. Disaat inilah saya memanfaatkannya untuk melakukan orientasi untuk mengenal jalanan dan gedung-gedung yang ada disekitar sekolah karena diantara kami bertiga hanya saya sendiri yang merupakan seorang difabel.

Bekerja dilingkungan SLB bukan berarti jaminan untuk seorang difabel mendapat fasilitas yang aksesibel ataupun lingkungan yang tidak diskriminatif. Di awal-awal saya bekerja banyak tantangan yang harus saya lewati seperti pandangan lingkungan yang masih ragu akan kemampuan saya dalam melakukan pekerjaan hal tersebut dapat saya rasakan dari kurangnya kesempatan yang diberikan kepada saya dalam beberapa kegiatan. Selain itu sarana prasarana yang menurut saya kurang aksesibel untuk seorang dengan difabel khususnya difabel penglihatan disebuah sekolah khusus (SLB) dengan masih banyaknya selokan yang cukup dalam disepanjang jalanan sekolah tanpa tralis yang menutupi tentu sangat membahayakan serta masih ada beberapa pengguna motor yang tidak memarkirkan kendaraannya ditempat yang semestinya.

Berbekal kemampuan orientasi dan mobilitas serta pengalaman selama berkuliah dengan perlahan saya bisa beradaptasi dengan cepat dan tangtangan baru datang saat pembelajaran mulai dizinnkan untuk tatap muka. Selama daring saya merasa lebih mudah karena saat mengajar saya dapat memanfaatkan fitur media digital untuk membuat pertanyaan dan menerima jawaban dari peserta didik saya dengan bantuan screen reader namun saat tatap muka semua peserta didik menggunakan buku cetak untuk menulis dan menjawab soal maupun mencatat. Dapat diketahui bahwa saya mengajar peserta didik dengan hambatan intelektual jadi secara penglihatan mereka tidak mengalami masalah hal itu membuat saya harus banyak berinofasi untuk dapat mengajar secara efesien dan efektif salah satunya saya menggunakan layar projektor sebagai penggganti papan tulis agar bisa sayaakses dan lebih mudah untuk menampilkan ilustrasi dalam bentuk gambar atau video.

Seiring berjalannya waktu sampai memasuki akhir ttahun 2022 ini keraguan orang-orang disekitar lingkungan kerja sudah mulai berkurang setelah mrnyadari bahwa saya mampu menjalankan tanggungjawab sebagai seorang pendidik dengan baik dan mampu mencapai target yang diberikan. Cara saya mengajar belakangan justru banyak ditiru oleh pendidik lainnya seperti penggunaan layar projektor yang mereka anggap lebih praktis dan relefan dengan kemajuan era digital untuk menyampaikan materi.

Terlepas dari segala kondisi yang ada sebagai satu-satunya orang dengan difabel yang menjadi pendidik di tempat saya bekerja media digital benar-benar banyak berperan dalam kemajuan hidup saya, dapat dibayangkan kalau saya tidak menguasai perangkat digital tentu tidak akan pernah sampai di titik seperti sekarang. Walau begitu bukan berarti saya tidak lagi membutuhkan bantuan teman-teman non-difabel.

Dalam urusan-urusan administrasi kelengkapan pegawai saya sering kali menemukan hal-hal yang kurang bisa saya akses hal tersebut saya rasakan karena masih rendahnya kesadaran pemegang kebijakan yang sering merubah sistem atau memperbaharuinya tanpa mempedulikan sisi inklusifitas anggotanya. Alhasil selama ini sering pihak difabel yang menyesuaikan dengan sistem yang berlaku, beruntungnya teman-teman sejawat bisa membantu meski terkadang ada perasaan segan untuk meminta bantuan karena kesibukan masing-masing.

Dari pengalaman tersebut saya ingin menyampaikan bahwa seorang difabel hanya butuh kesempatan dan waktu untuk berperan dan menunjukan skillnya untuk bisa berpartisipasi aktif disebuah lingkungan dan tindakan kaloboratif dari para non-difabel adalah hal penting sebagai penunjang kemandirian teman-teman difabel.

Hidup dalam ketidaksempurnaan membuat diri lebih awal mengenai dengan istilah berdamai dengan diri sendiri, namun siapakah aku? dan siapakah sosok yang menjadi inspirasiku? Inilah ceritaku...

Aku seorang penyandang tuna daksa, sejak kecil aku merasa percaya diri bahwa bagaimanapun kondisi fisikku, aku sama dengan teman-temanku hingga waktunya tiba di mana aku sekolah di pendidikan formal sekolah dasar, aku merasa malu karena dibully oleh teman-temanku.

Di lingkungan baru tidak hanya satu atau lebih dari dua orang yang melihatku sinis, bahkan sampai memperbincangkan kekuranganku.

Mereka pun sering mengejekku sebagai manusia hina dan hal tersebut sering membuatku merasa sedih dan terpuruk.

Aku menyadari bahwa aku diciptakan berbeda dengan ketidaksempurnaan. Aku terlahir sebagai penyandang tuna daksa. Ketidakmampuan salah satu anggota tubuhku untuk melaksanakan fungsinya menjadikan aku berbeda.

Aku pun tumbuh sebagai manusia yang berbeda, aku terus mempercayai bahwa Tuhan telah merancang takdir terbaik-Nya untukku.

Bertahun-tahun aku mencoba berdamai hingga aku menuntaskan pendidikan hingga lulus sebagai seorang sarjana.

Sosok yang sangat aku idolakan hingga sampai saat ini bagaikan lentera dalam hidupku yaitu kedua orang tuaku.

Mereka alasanku tetap berdiri tegak ditengah badai kehidupan yang berkali-kali menghantamku. Mereka alasanku tersenyum dan tetap kuat bertahan menjalani kehidupan yang tentunya tidak mudah bagiku.

Pengorbanan mereka yang sangat luar biasa dalam hidupku sehingga rasanya malu, jika aku memilih untuk menyerah.

Aku masih mengingat tiga tahun lalu, tepatnya di tahun 2019. Aku terus berusaha dengan keyakinanku akan lulus tepat waktu. Aku pun telah menuliskan di halaman persembahan skripsiku, aku khususkan terimakasih kepada kedua orangtuaku.

Terimakasih telah mendukung dan mendidik ku dengan sangat demokratis. Terimakasih telah memberikanku kesempatan untuk berproses dalam dunia pendidikan hingga aku mendapatkan gelar sarjana.

Memasuki dunia kerja yang tak mudah bagi penyandang disabilitas, karena dalam kualifikasi harus sehat jasmani dan rohani. Namun, tak ada kata menyerah bagiku.

Selalu ada secercah harapan akan ada pekerjaan untuk penyandang disabilitas sepertiku.

Usaha yang terus aku kerahkan sekuat tenaga dalam mencari pekerjaan hingga akhirnya aku menjadi tutor privat dan aku pun mendapat kesempatan menjadi seorang penulis.

Terus memberdayakan diri untuk terus berproses dan bertumbuh menjadi orang yang bernilai, hingga kedua orang tuaku kini merasa bangga atas pencapaianku.

Sebagai idola dalam hidupku, kedua orang tuaku selalu memberikan petuah dan contoh bahwa hidup ini keras, maka jika memilih tidak berjuang hanya akan ada rasa penyesalan nantinya.

Kedua orangtuaku pun tidak pernah memaksaku untuk meneruskan jejak mereka.

Justru mereka membebaskanku untuk memilih dan bertanggungjawab atas hidupku.

Jatuh bangun kehidupan terus menghampiri kehidupanku terutama dalam dunia kerja. Namun, pada saat aku merasa berada di titik terendah, aku selalu ingat kata-kata kedua orangtuaku, bahwa sebenarnya aku kuat dari apa yang aku lihat, aku pintar dari apa yang aku pikirkan, dan aku lebih berani dari apa yang aku yakini.

Tak sedikit orang yang memandangku sebelah mata, ketika aku memilih meniti karir menjadi seorang penulis, karena bagi orang-orang di sekelilingku menjadi sukses harus menjadi seorang ASN.

Aku pun terus melaju dengan keyakinanku, bahwa sukses bukan berarti harus mengikuti standar orang lain. Sukses itu ketika kita mengetahui kemampuan akan diri sendiri, terus berusaha dan berproses hingga tak ada kata menyerah untuk tetap memberdayakan diri.

Bertumbuh menjadi diri sendiri hingga menjadi manusia yang bernilai memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, terutama bagi penyandang disabilitas. Namun, tidak akan pernah ada kata sia-sia bagi setiap orang yang terus berusaha.

Bahkan aku selalu menegaskan kepada diriku sendiri, tak apa tidak sempurna tak apa selalu dipandang sebelah mata. Namun, harus ingat kekuatan dan keyakinan semua ada pada diri sendiri. Jika kamu berpikir kuat dan yakin, jiwa ragamu juga akan demikian.

Orang-orang boleh saja memandang remeh impianku. Boleh saja tidak percaya bahwa aku mampu mencapai yang aku impikan. Namun jangan sampai aku mengikuti kata-kata;mereka untuk meremehkan diri sendiri.

Maka dari itu, aku belajar dengan sungguh, tidak ada orang hebat di dunia ini tanpa proses yang panjang dan tanpa kerja keras.

Bahkan seorang penyandang disabilitas yang dianggap tidak mampu, suatu ketika bisa menjadi orang yang berpengaruh selama dia mau memberdayakan diri dan melatih kemampuannya.

Setiap kehidupan memiliki pilihan dan mengukir sejarah hidup yang bermakna tidak hanya menunggu mengubah nasib. Namun berusaha dan berjuang mengubah nasib. Karena harus diingat meskipun sebagai seorang penyandang disabilitas, hidup ini tetap pilihan.

Aku pun belajar dari ayahku bahwa menjadi berbeda itu tak apa, asalkan dapat bermanfaat. Bahkan ayahku selalu mengingatkan agar tidak setengah-setengah dalam berproses.

Seperti ayahku seorang seniman yang pandai melukis, ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk menjadi pelukis. Aku pun demikian terus berproses dan bertumbuh menjadi seorang penulis.

Menulis seperti duniaku, di mana tak ada lagi yang bisa meremehkan atau memandangku sebelah mata, ketika aku menuangkan ide dan imajinasiku dalam tulisan, hingga pada akhirnya karya-karya yang telah aku buat seolah dapat berbicara.

Secercah harapan dalam diri akan mengubah dunia, langkah kecil dengan diiringi tekad akan menjadikan seseorang tahu seberapa besar potensi dalam dirinya.

Jangan pernah malu menjadi diri sendiri, teruslah yakin untuk bertumbuh karena suatu saat nanti setiap proses yang telah dilalui akan menjadi cerita panjang yang bermakna.

Tentang penulis: Desy Puspitasari adalah penyandang disabilitas fisik dari Ponorogo, Jawa Timur. 

Berbicara tentang orang dengan disabilitas bukan berarti hanya sekedar merujuk pada keterbatasan yang dimilikinya. Disisi lain, sudah menjadi tugas bersama untuk menciptakan lingkungan yang inklusi bagi disabilitas, baik itu dari segi aksesibilitas maupun perlakuan yang didapat dari masyarakat sekitar. Hal ini tentunya juga bertujuan untuk menciptakan situasi yang aman dan perasaan yang nyaman ketika individu dengan disabilitas berada dilingkungan sekitarnya, terutama di ruang publik dengan berbagai stereotip (pandangan) yang melekat di masyarakat. Tentu ini bukan menjadi sebuah pertanyaan baru lagi mengapa usaha ini perlu ditegakkan. Selain tertuang dalam UU No.8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, semua manusia perlu menyadari bahwa setiap insan berpotensi dan memiliki resiko menjadi penyandang disabilitas, meskipun memang tiada satupun yang menginginkan hal tersebut terjadi.

Jika ditarik dari segi sosial, manusia seharusnya memiliki sifat tolong menolong, simpati, empati, dan toleransi terhadap sesama agar membentuk masyarakat yang harmonis sesuai norma yang berlaku. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa di era seperti saat sekarang masih banyak pihak - pihak yang masih memiliki stigma negatif dan berperilaku diskiriminatif terhadap disabilitas yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman sehingga banyak dari penyandang disabilitas yang menarik diri untuk tidak berpartisipasi di lingkungannya. Oleh karena itu, mereka berpikir bahwa dunia bukan lagi ruang yang aman bagi mereka untuk mengekspresikan diri.

Dalam tulisan ini, saya sebagai penulis yang juga merupakan seorang penyandang disabilitas daksa (fisik) mencoba memaparkan bagaimana lika - liku kehidupan dan reaksi masyarakat terhadap penyandang disabilitas berdasarkan pengalaman pribadi dalam 10 tahun belakangan ini. Tentunya dengan adanya tulisan ini dapat meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat agar tercipta ruang aman bagi disabilitas, baik dari perlakuan maupun aksesibilitas.

Keluarga merupakan lingkungan kecil yang paling dekat dan aman bagi sebagian besar orang, termasuk bagi disabilitas. Sebab, orang - orang terdekat yang disebut sebagai keluarga, terutama orang tua adalah mereka yang seharusnya dapat memahami dan juga pihak yang diharapkan dapat memberikan dukungan dalam kehidupan penyandang disabilitas. Oleh karena itu, banyak yang lebih memilih untuk berdiam diri dirumah bersama keluarga daripada menghabiskan waktu berada diluar rumah karena dapat meminimalisir terjadinya hal - hal yang ditakutkan saat berada di ruang publik, seperti sekolah atau lingkungan kerja.

Lain halnya ketika seorang penyandang disabilitas berada di lingkungan publik yang dipenuhi oleh masyarakat dengan berbagai ragam pendapat dan pandangannya terhadap disabilitas. Beberapa hal yang pernah saya alami diantaranya adalah adanya pemikiran bahwa disabilitas adalah individu lemah yang tidak bisa melakukan kegiatan apapun, sehingga beberapa pihak berpendapat bahwa tidak diperlukannya partisipasi disabilitas dalam kehidupan bermasyarakat. Meskipun faktanya adalah disabilitas tentu saja tetap dapat melakukan aktivitas dengan caranya sendiri layaknya masyrakat yang bukan disabilitas.

Perlakuan lainnya adalah rasa iba dari masyarakat terhadap disabilitas yang terkesan sangat berlebihan. Secara tidak langsung, hal ini akan berdampak buruk pada kondisi mental penyandang disabilitas sehingga dapat menurunkan tingkat kepercayaan diri. Bukan berarti masyarakat tidak boleh menunjukkan rasa simpatinya, tetapi lakukanlah sewajarnya agar menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan. Menurut saya, sangat tidak mungkin jika disabilitas tidak membaur di lingkungan publik dalam waktu yang lama, karena manusia sebagai makhluk sosial tentunya juga membutuhkan individu lain dalam kehidupannya. Dengan demikian, saya tetap berusaha untuk bisa beradaptasi dan mendekatkan diri dengan masyarakat saat berada di lingkungan publik. Hal utama yang bisa saya lakukan ketika menghadapi perlakuan tersebut adalah saya harus memahami terlebih dahulu bahwa setiap manusia juga memiliki karakteristik yang berbeda - beda, sehingga nantinya akan timbul rasa saling menghargai.

Hambatan ini saya jadikan motivasi bahwa masih sangat diperlukannya usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap disabilitas. Faktor lain yang mempengaruhi terciptanya ruang aman bagi disabilitas adalah terkait ketersediaan aksesibilitas yang layak. Jika membahas tentang disabilitas, tidak hanya sebatas disabilitas fisik, tetapi juga mencakup ragam disabilitas lainnya yaitu disabilitas mental, intelektual, dan sensorik. Masing - masing ragamnya juga memiliki kebutuhan aksesibilitas yang berbeda - beda. Contohnya adalah disabilitas fisik yang membutuhkan bidang miring (ramp), disabilitas pendengaran yang membutuhkan juru bahasa isyarat, atau disabilitas penglihatan yang membutuhkan guiding block. Akan tetapi, ini masih menjadi salah satu hambatan umum yang kerap kali dihadapi oleh penyandang disabilitas.

Ketika mengunjungi fasilitas publik, sering dijumpai ketiadaan sarana yang aksesibel bagi disabilitas. Padahal, kenyamanan di tempat umum adalah hak bagi semua warga negara. Saya sering menemui penyandang disabilitas daksa dengan kursi roda yang kesulitan menuju lantai atas karena digedung tersebut tidak menyediakan bidang miring ataupun lift. Suatu ketika saya pernah menghadiri seminar yang mengikutsertakan penyandang disabilitas. Akan tetapi, ironinya adalah tidak adanya juru bahasa isyarat ataupun subtitle pada materi dan video yang disajikan pada kegiatan tersebut sehingga tentunya menjadi hambatan bagi disabilitas pendengaran untuk mengikuti rangkaian acara secara maksimal.

Selanjutnya, ketika lingkungan sudah menyediakan aksesibilitas yang layak bagi disabilitas, pertanyaan baru yang muncul adalah apakah fasilitas tersebut sudah dimanfaatkan dengan benar atau malah sebaliknya. Saat ini, sudah sering ditemui beberapa transportasi umum yang sudah menyediakan kursi khusus bagi penyandang disabilitas. Tak jarang, banyak orang bukan disabilitas yang justru menggunakan fasilitas tersebut, begitu juga dengan parkiran yang sering ditempati oleh pengendara yang bukan disabilitas. Hal lain yang sempat mencuri perhatian saya adalah ketika guiding block yang harusnya menjadi pengarah jalan bagi penyandang tuna netra yang sedang berjalan kaki, dialihfungsikan menjadi parkiran liar atau tempat berdagang.

Dengan adanya situasi - situasi tersebut tentunya menjadi catatan penting bagi disabilitas untuk mengetahui dan mencari tahu terlebih dahulu keadaan gedung atau lokasi yang hendak dikunjungi apakah sudah tersedianya aksesibilitas bagi disabilitas. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, menciptakan lingkungan yang inklusi membutuhkan peran dari seluruh masyarakat. Meskipun beberapa pihak sudah mulai melakukannya, saya berharap kebutuhan terhadap ruang ramah disabilitas tetap terus dikembangkan. Lingkungan yang inklusi dapat membantu disabilitas dalam berkreasi dan berinovasi tanpa adanya batasan, sehingga mematahkan stigma negatif terhadap disabilitas dan lambat laun akan terwujudnya kehidupan yang setara.

Tentang penulis: Febrianti Syafitri atau biasa dipanggil Fitri adalah seorang penyandang disabilitas fisik yang mengalami kecelakaan pada tahun 2012 lalu sehingga mengharuskan untuk menjalani amputasi kaki kiri hingga atas lutut. Perempuan kelahiran 17 Februari 1997 ini menggunakan alat bantu berupa prostetik (kaki palsu) dalam berkegiatan sehari menulis dan membaca karya sastra. Meskipun memiliki keterbatasan, ia tetap semangat dalam berkarya karena baginya hidup adalah petualangan dan banyak hal menarik yang bisa dilakukan. Saat ini, ia juga aktif bergabung dalam organisasi disabilitas di Kota Padang dengan harapan bisa ikut berperan membantu mewujudkan lingkungan yang inklusi dan ramah disabilitas.